BAB
I
KONSEP
KURIKULUM
A.
Konsep Kurikulum
Konsep
kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan
serta bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya.
Menurut pandangan lama, sejak zaman Yunanni Kuno, kurikulum
merupakan kumpulan mata pelajaran-mata pelajaran yang harus disampaikan guru
atau dipelajari siswa. Lebih khusus kurikulum sering diartikan sebagai isi
pelajaran. Pendapat-pendapat yang muncul berikutnya telah beralih dari
penekanan terhadap isi menjadi lebih menekankan pada pengalaman belajar
(Sukmadinata, 2005: 4).
Pandangan
lain tentang kurikulum adalah yang menyatakan bahwa kurikulum merupakan program pendidikan yang disediakan
oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa. Berdasarkan program pendidikan
tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga mendorong
perkembangan dan pertumbuhannya sesuai dengan tujuan pendidikan yang
ditetapkan. Kurikulum bukan hanya berupa sejumlah mata pelajaran, namun
meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti:
bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan sekolah, perpustakaan, karyawan
tata usaha, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain.
Curriculum is interpreted to mean all of the
organized courses activities, and experiences which pupils have under the
direction of school, whether in the classroom or not.
Kendatipun
pandangan tersebut diterima, namun pada umumnya guru-guru tetap berpandangan
bahwa kegiatan-kegiatan dalam kelas saja yang termasuk kurikulum, sedangkan
kegiatan di luar kelas merupakan nilai edukatif yang diberikan oleh kurikulum
itu.
Menurut
Mac Donald (Sukmadinata, 2005:5), sistem persekolahan terbentuk atas empat
subsistem, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran, dan kurikulum. Mengajar
(teaching) merupakan kegiatan atau perlakuan profesional yang diberikan
oleh guru. Belajar (learning) merupakan kegiatan atau upaya yang
dilakukan siswa sebagai respon terhadap kegiatan mengajar yang diberikan oleh
guru. Keseluruhan pertautan kegiatan yang memungkinkan dan berkenaan dengan
terjadinya interaksi belajar-mengajar disebut pembelajaran (instruction).
Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi
pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar-mengajar.
Kurikulum
sering dibedakan antara kurikulum sebagai rencana (curriculum plan)
dengan kurikulum yang fungsional (functioning curriculum). Kurikulum
bukan hanya merupakan rencana tertulis bagi pengajaran, melainkan sesuatu yang
fungsional yang beroperasi dalam kelas, yang memberi pedoman dan mengatur lingkungan dan kegiatan yang berlangsung di
dalam kelas. Rencana tertulis merupakan dokumen kurikulum (curriculum
document or inert curriculum), sedangkan kurikulum yang dioperasikan di
kelas merupakan kurikulum fungsional (functioning, live or operative
curriculum) (Sukmadinata, 2005: 5).
Tabel
1.1 Perbedaan konsep kurikulum menurut
beberapa ahli.
Nama
Ahli
|
Tahun
|
Kurikulum
|
Robert
S. Zais
|
1976
|
“...
a racecourse of subject matters to be mastered”
|
Caswel
& Campbell
|
1935
|
“...
to be composed of all experiences children have under the guidance of
teacher”
|
Ronald
C. Doll
|
1974
|
“The
commonly accepted definition of the curriculum has changed from content of
courses of study and list of subjects and courses to all experiences
which are offered to learners under the auspices or direction of the school.”
|
Mauritz
Johnson
|
1967
|
“...
a structured series of intended learning outcomes”
|
Beauchamp
|
1968
|
“A
curriculum is a written document which may contain many ingredients,
but basically it is a plan for education of pupils during their
enrollment in given school”.
|
Menurut
Hilda Taba (1962), perbedaan antara kurikulum dan pengajaran bukan terletak
pada implementasinya, tetapi pada
keluasan cakupannya. Kurikulum berkenaan dengan cakupan tujuan isi dan metode
yang lebih luas atau lebih umum, sedangkan yang lebih sempit, lebih khusus
menjadi tugas pengajaran. Menurut Taba keduanya (kurikulum dan pengajaran)
membentuk satu kontinum, kurikulum terletak pada ujung tujuan umum atau tujuan
jangka panjang, sedangkan pengajaran pada ujung lainnya yaitu yang lebih khusus
atau tujuan dekat. Batas keduanya sangat relatif, bergantung pada tafsiran
guru.
Dari
pendapat-pendapat para ahli tentang pengertian kurikulum, selanjutnya dikenal
tiga konsep kurikulum, yakni: kurikulum sebagai substansi, kurikulum sebagai
sistem, dan kurikulum sebagai bidang studi (Sukmadinata, 2005: 27).
1.
Konsep pertama, kurikulum
sebagai substansi. Suatu kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatan
belajar bagi siswa di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin
dicapai. Suatu kurikulum juga dapat berarti suatu dokumen yang berisi rumusan
tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengaja, jadwal, dan evaluasi.
2.
Konsep kedua, kurikulum
sebagai sistem, yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian
dari sistem persekolahan, sistem pendidikan. Suatu sistem kurikulum mencakup
struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu
kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu
sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem
kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
3.
Konsep ketiga, kurikulum
sebagai suatu bidang studi, yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan
bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum
sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem
kurikulum.
BAB
II
PENGEMBANGAN
KURIKULUM
A. Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum
Pengembangan
kurikulum (curriculum development) adalah the planning of learning
opportunities intended to bring about certain desered in pupils, and assesment
of the extent to wich these changes have taken plece (Audrey Nicholls
& Howard Nichools dalam Hamalik, 2007: 96).
Rumusan
ini menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan
belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan
tertentu yang diharapkan. Sedangkan yang dimaksud dengan kesempatan
belajar (learning opportunity) adalah hubungan yang telah
direncanakan dan terkontrol antara para siswa, guru, bahan, peralatan, dan
lingkungan tempat siswa belajar yang diinginkan diharapkan terjadi.
Dalam pengertian di atas, sesungguhnya pengembangan
kurikulum adalah proses siklus, yang tidak pernah berakhir. Proses tersebut
terdiri dari empat unsur yakni (Hamalik, 2007: 96-97):
a. Tujuan:
mempelajari dan menggambarkan semua sumber pengetahuan dan pertimbagngan
tentang tujuan-tujuan pengajaran, baik yang berkenaan dengan mata pelajaran (subject
course) maupun kurikulum secara menyeluruh.
b. Metode
dan material: menggembangkan dan mencoba menggunakan metode-metode dan
material sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan tadi yang serasi menurut
pertimbangan guru.
c. Penilaian
(assesment): menilai keberhasilan pekerjaan yang telah dikembangkan itu
dalam hubungannya dengan tujuan, dan bila mengembangkan tujuan-tujuan baru.
d. Balikan
(feedback): umpan balik dari semua pengalaman yang telah diperoleh
yang pada gilirannya menjadi titik tolak bagi studi selanjutnya.
Pengembangan kurikulum merupakan inti dalam
penyelenggaraan pendidikan, dan oleh karenanya pengembangan dan
pelaksanaannya harus berdasarkan pada asas-asas pembangunan secara makro.
Sistem pengembangan kurikulum harus berdasarkan asas-asas sebagai
berikut (Hamalik, 2007: 15):
1)
Kurikulum
dan teknologi pendidikan berdasarkan pada asas keimanan dan ketakwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2)
Kurikulum
dan teknologi pendidikan berdasarkan dan diarahkan pada asas demokrasi
pancasila.
3)
Pengembangan
kurikulum dan teknologi pendidikan berdasarkan dan diarahkan pada asas
keadilan dan pemerataan pendidikan.
4)
Pengembangan
kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas
keseimbangan, keserasian, dan keterpaduan.
5)
Pengembangan
kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas
hukum yang berlaku.
6)
Pengembangan
kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas
kemandirian dan pembentukan manusia mandiri.
7)
Pengembangan
kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas
nilai-nilai kejuangan bangsa.
8)
Pengembangan
kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas
pemanfaatan, pengembangan, penciptaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
B.
Prinsip
Dasar Pengembangan Kurikulum
Kebijakan
umum dalam pembangunan kurikulum harus sejalan dengan visi, misi, dan strategi
pembangunan pendidikan nasional yang dituangkan dalam kebijakan peningkatan
angka partisipasi, mutu, relevansi, dan efisieinsi pendidikan. Kebijakan umum
dalam pembangunan kurikulum nasional mencakup prinsip-prinsip (Hamalik, 2007: 3-4):
1.
Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestika.
2.
Kesamaan
memperoleh kesempatan.
3.
Memperkuat
identitas nasional.
4.
Menghadapi
abad pengetahuan.
5.
Menyongsong
tantangan teknologi informasi dan komunikasi.
6.
Mengembangkan
keterampilan hidup.
7.
Mengintegrasikan
unsur-unsur penting ke dalam kurikulum.
8.
Pendidikan
alterantif.
9.
Berpusat
pada anak sebagai pembangun pengetahuan.
10. Pendidikan multikultur.
11. Penilaian berkelanjutan.
12. Pendidikan sepanjang hayat.
Nana Syaodih Sukmadinata (2005: 150-155) mengemukakan
bahwa secara garis besar terdapat dua prinsip pengembangan kurikulum, yaitu
prinsip umum dan prinsip khusus.
1. Prinsip Umum
a. Prinsip relevansi
Kurikulum harus memiliki relevansi keluar dan di dalam
kurikulum itu sendiri. Relevansi ke luar maksudnya tujuan, isi, dan proses
belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan,
kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Kurikulum menyiapkan siswa untuk bisa
hidup dan bekerja dalam masyarakat. Kurikulum juga harus memiliki relevansi di
dalam yaitu ada kesesuaian atau konsistensi antara komponen-komponen
kurikulum, yaitu antara tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian.
Relevansi internal ini menunjukkan suatu keterpaduan kurikulum.
b. Prinsip fleksibilitas
Kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur atau
fleksibel. Kurikulum mempersiapkan anak untuk hidup dalam kehidupan pada masa
kini dan masa yang akan datang, di berbagai tempat dengan latar belakang dan
kemampuan yang berbeda-beda. Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang
berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuan
berdasarkan kondisi daerah, waktu, maupun kemampuan, dan latar
belakang anak.
c. Prinsip kontinuitas
Perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara
berkesinambungan, tidak terputus-putus. Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman
yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat
kelas dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang pendidikan
lainnya, juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan.
d. Prinsip kepraktisan/efisiensi
Kurikulum mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat
sederhana dan memerlukan biaya murah. Kurikulum yang terlalu menuntut
keahlian-keahlian dan peralatan yang sangat khusus serta biaya yang mahal
merupakan kurikulum yang tidak praktis dan sukar dilaksanakan.
e. Prinsip efektivitas
Walaupun prinsip kurikulum itu mudah, sederhana, dan
murah, keberhasilannya harus diperhatikan secara kuantitas dan kualitas karena
pengembangan kurikulum tidak dapat dilepaskan dan merupakan penjabaran dari
perencanaan pendidikan.
2. Prinsip Khusus
a. Berkenaan dengan tujuan pendidikan
Perumusan komponen-komponen kurikulum hendaknya mengacu
pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan mencakup tujuan yang bersifat umum
atau berjangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek (khusus).
b. Berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan
Dalam memilih isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
pendidikan yang telah ditentukan para perencana kurikulum perlu diperhatikan
beberapa hal sebagai berikut:
1) Perlu
penjabaran tujuan pendidikan/pembelajaran ke dalam bentuk perbuatan hasil
belajar yang khusus dan sederhana.
2) Isi bahan
pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
3) Unit-unit
kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis.
c. Berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar
Pemilihan proses belajar-mengajar yang digunakan
hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1) Apakah
metode/teknik belajar-mengajar yang digunakan cocok untuk mengajarkan bahan
pelajaran?
2) Apakah
metode/teknik-teknik tersebut memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga
dapat melayani perbedaan individual siswa?
3) Apakah
metode/teknik tersebut memberikan urutan kegiatan yang bertingkat-tingkat?
4) Apakah
metode/teknik tersebut dapat menciptakan kegitan untuk mencapai tujuan
kognitif, afektif, dan psikomotor.
5) Apakah
metode/teknik tersebut lebih mengaktifkan siswa, guru, atau kedua-duanya?
6) Apakah
metode/teknik tersebut mendorong berkembangnya kemampuan baru?
7) Apakah
metode/teknik tersebut menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah dan di
rumah, juga mendorong penggunaan sumber yang ada di rumah dan masyarakat.
8) Untuk menguasai keterampilan
sangat dibutuhkan kegiatan belajar yang menekankan ”learning by doing”
selain ”learning by seeing and knowing”.
d. Berkenaan dengan pemilihan media dan alat
pembelajaran
Proses belajar yang baik perlu didukung oleh penggunaan
media dan alat-alat bantu pembelajaran yang tepat.
e. Berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.
Penilaian merupakan bagian integral pengajaran, perlu
diperhatikan:
1) Penyusunan
alat penilaian (test)
2) Perencanaan
suatu penilaian
3) Pengolahan
hasil penilian.
C.
Orientasi
Pengembangan Kurikulum
Seller dan Miller (1985) mengemukakan bahwa proses
pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terus-menerus. Seller memandang bahwa pengembangan kurikulum harus dimulai dari
menentukan orientasi kurikulum, yakni kebijakan-kebijakan umum, misalnya arah
dan tujuan pendidikan, pandangan tentang hakikat belajar dan hakikat anak
didik, pandangan tentang keberhasilan implementasi kurikulum, dan lain
sebagainya. Berdasarkan orientasi itu selanjutnya dikembangkan kurikulum
menjadi pedoman pembelajaran, diimplementasikan dalam proses pembelajaran dan
dievaluasi. Hasil evaluasi itulah kemudian dijadikan bahan dalam menentukan
orientasi, begitu seterusnya hingga membentuk siklus.
Orientasi pengembangan kurikulum menurut Seller
menyangkut 6 aspek, yaitu :
1. Tujuan
pendidikan menyangkut arah kegiatan pendidikan: artinya hendak dibawa ke mana
siswa yang kita didik itu.
2. Pandangan
tentang anak: apakah anak dipandang sebagai organisme yang aktif atau pasif.
3. Pandangan
tentang proses pembelajaran: apakah proses pembelajaran itu dianggap sebagai
proses transformasi ilmu pengetahuan atau mengubah perilaku anak.
4. Pandangan
tentang lingkungan : apakah lingkungan belajar harus dikelola secara formal
atau secara bebas yang dapat memungkinkan anak bebas belajar.
5. Konsepsi
tentang peranan guru : apakah guru harus berperan sebagai instruktur yang
bersifat otoriter atau guru dianggap sebagai fasilitator yang siap memberi
bimbingan dan bantuan pada anak untuk belajar.
6. Evaluasi
belajar : apakah mengukur keberhasilan ditentukan dengan tes atau non tes.
D.
Model
Pengembangan Kurikulum
Model adalah konstruksi yang bersifat teroretis dari
konsep. Menurut Roberts S. Zain dalam bukunya: Curriculum Principles and
Foundation (Dakir, 2004: 95-99), berbagai model dalam pengembangan
kurikulum secara garis besar diutarakan sebagai berikut :
1.
Model Administratif
(Garis Staff atau Top Down)
Pengembangannya
dilaksanakan sebagai berikut.
a.
Atasan
membentuk tim yang terdiri atas para pejabat teras yang berwenang(pengawas
pendidikan, Kepsek, dan pengajar inti)
b.
Tim
merencanakan konsep rumusan tujuan umum dan rumusan falsafah yang diikuti.
c.
Dibentuk
beberapa kelompok kerja yang anggotanya terdiri atas para spesialis kurikulum
dan staf pengajar.
d.
Hasil
kerja direvisi oleh tim atas dasar pengalaman atau hasil try out.
e.
Setelah
try out yang dilakukan oleh beberapa Kepsek, dan telah direvisi
sebelumnya, baru kurikulum tersebut diimplementasikan.
2.
Model dari Bawah
(Grass-Roats)
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a.
Inisiatif
pengembangan datang dari bawah (Para pengajar)
b.
Tim
pengajar dari beberapa sekolah ditambah narasumber lain dari orang tua siswa
atau masyarakat luas yang relevan.
c.
Pihak
atasan memberikan bimbingan dan dorongan
d.
Untuk
pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintis diadakan loka karya agar
diperoleh input yang diperlukan.
3.
Model Demonstrasi
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a.
Staf
pengajar pada suatu sekolah menemukan suatu ide pengembangan dan ternyata
hasilnya dinilai baik.
b.
Kemudian
hasilnya disebarluaskan di sekolah sekitar.
4.
Model Beauchamp
Model ini
dikembangkan oleh G.A. Beauchamp (1964) dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a.
Suatu
gagasan pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan di kelas, diperluas di
sekolah, disebarkan di sekolah-sekolah di daerah tertentu baik berskala
regional maupun nasional yang disebut arena.
b.
Menunjuk
tim pengembang yang terdiri atas ahli kurikulum, para ekspert, staf
pengajar, petugas bimbingan, dan nara sumber lain.
c.
Tim
menyusun tujuan pengajaran, materi, dan pelaksanaan proses belajar mengajar.
Untuk tugas tersebut dibentuk dewan kurikulum sebagai koordinator yang bertugas
juga sebagai penilai pelaksanaan kurikulum, memilih materi pelajaran baru,
menentukan berbagai kriteria untuk memilih kurikulum mana yang
akan dipakai, dan menulis keseluruhan kurikulum yang akan dikembangkan.
d.
Melaksanakan
kurikulum di sekolah
e.
Mengevaluasi
kurikulum yang berlaku
5.
Model Terbalik Hilda
Taba
Model ini dikembangkan oleh Hilda Taba atas dasar data
induktif yang disebut model terbalik karena langkah-langkahnya diawali dengan
pencarian data dari lapangan dengan cara mengadakan percobaan, kemudian disusun
teorinya lalu diadakan pelaksanaan.
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a.
Mendiagnosis
kebutuhan, merumuskan tujuan, menentukan materi, menemukan penilaian, memperhatikan
keluasan dan kedalaman bahan, kemudian menyusun suatu unit kurikulum.
b.
Mengadakan
try out.
c.
Mengadakan
revisi berdasarkan try out.
d.
Menyusun
kerangka kerja teori
e.
Mengemukakan
adanya kurikulum baru yang akan didesiminasikan.
6.
Model Hubungan
Interpersonal dari Rogers
Kurikulum yang dikembangkan hendaknya dapat mengembangkan
individu secara fleksibel terhadap perubahan-perubahan dengan cara melatih diri
berkomunikasi secara interpersonal.
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a.
Dibentuk
kelompok untuk memperoleh hubungan interpersonal di tempat yang tidak sibuk.
b.
Kurang
lebih dalam satu minggu para peserta mengadakan saling tukar pengalaman di
bawah pimpinan staf pengajar.
c.
Kemudian
diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luas dalam suatu sekolah,
sehingga hubungan interpersonal akan menjadi lebih sempurna, yaitu hubungan
antara guru dengan guru, guru dengan siswa, siswa dengan siswa dalam suasana
yang akrab.
d.
Selanjutnya
pertemuan diadakan dengan mengikutsertakan anggota yang lebih luas lagi, yaitu
para pegawai adminstrasi dan orang tua siswa. Dalam situasi yang demikian
diharapkan masing-masing personakan akan saling menghayati dan lebih akrab,
sehingga memudahkan berbagai pemecahan problem sekolah.
e.
Dengan
langkah-langkah tersebut diharapkan penyusunan kurikulum akan lebih realistis
karena didasari oleh kenyataan-kenyataan yang diharapkan.
7.
Model Action Research
yang Sistematis
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan
kurikulum yaitu adanya hubungan antarmanusia, keadaan organisasi sekolah,
situasi masyarakat, dan otoritas ilmu pengetahuan.
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a.
Dirasakan
adanya problem proses belajar mengajar di sekolah yang perlu diteliti.
b.
Mencari
sebab-sebab terjadinya problem dan sekaligus dicari pemecahannya. Kemudian menentukan
keputusan apa yang perlu diambil sehubungan dengan masalah yang timbul
tersebut.
c.
Melaksankan
keputusan yang telah diambil.
Selanjutnya, menurut Sukmadinata (2005: 81-100),
terdapat beberapa model konsep kurikulum, yaitu 1) Kurikulum Subjek Akademis,
2) Kurikulum Humanistik, 3) Kurikulum Rekonstruksi Sosial, dan 4) Kurikulum
Teknologis.
1.
Kurikulum
Subjek Akademis
Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan
klasik (perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi masa
lalu. Kurikulum ini dikembangkan berdasarkan pandangan bahwa fungsi pendidikan
adalah memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu. Kurikulum ini
lebih mengutamakan isi pendidikan berupa disiplin ilmu yang telah dikembangkan
secara logis, sistematis, dan solid oleh para ahli. Belajar adalah berusaha
menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah
orang yang menguasai seluruh atau sebgaian besar isi pendidikan yang diberikan
atau disiapkan oleh guru. Guru sebagai penyampai bahan ajar memegang peranan
yang sangat penting. Mereka harus menguasai semua pengetahuan yang ada dalam
kurikulum. Guru adalah yang ”digugu dan ditiru” (diikuti dan
dicontoh).
Pendidikan berdasarkan kurikulum ini lebih bersifat
intelektual. Namun, demikian, dalam perkembangannya sekarang kurikulum ini
secara berangsur-angsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa.
Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri
berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi.
a.
Tujuan
kurikulum subjek adademis adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih
para siswa menggunakan ide-ide dan proses ”penelitian”.
b.
Metode
yang paling banyak digunakan adalah metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide
(konsep utama) disusun secara sistematis dan diberi ilustrasi secara jelas,
untuk selanjutnya dikaji dan dikuasai siswa. Para siswa menemukan bahwa
kemampuan berpikir dan mengamati digunakan dalam ilmu kealaman, logika
digunakan dalam matematika, bentuk dan perasaan digunakan dalam seni, serta
koherensi dalam sejarah.
c.
Pola organisasi isi
kurikulum berupa correlated curriculum, unified (concentrated
curriculum), integrated curriculum, dan problem solving
curriculum.
d.
Evaluasi
pelaksanaan kurikulum ini menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi
disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran.
2.
Kurikulum
Humanistik
Kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli
pendidikan humanistik berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi(personalized
education) yaitu John Dewey (Progressive Education) dan J.J.
Rousseau(Romantic Education). Aliran ini bertolak dari asumsi bahwa
siswa adalah yang pertama dan uatama dalam pendidikan. Merekan percaya bahwa
siswa mempunyai potensi, punya kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Para
pendidik humanis juga berpegang pada konsep Gestalt, bahwa individu
merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada pembinaan
manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektual, tetapi juga segi
sosial dan afektif (emosi, sikap, perasaan, nilai-nilai, dan lain-lain).
Kurikulum humanistik memiliki karakteristik sebagai
berikut.
a.
Tujuan
pendidikan adalah proses perkembangan pribadi yang dinamis yang diarahkan pada
pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian, sikap yang sehat terhadap
diri sendiri, orang lain, dan belajar.
b.
Metode
pembelajaran yang digunakan adalah metode yang menciptakan hubungan emosional
yang baik antara guru dan siswa, memperlancar proses belajar, dan memberikan
dorongan kepada siswa atas dasar saling percaya, tanpa ada paksaan.
c.
Kurikulum
menekankan integrasi, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat
intelektual tetapi juga emosional dan tindakan. Selain itu, kurikulum ini juga
menekankan pada pemberian pengalaman yang menyeluruh, bukan terpenggal-penggal.
Kurikulum ini kurang mengutamakan sekuens karena kan mengakibatkan siswa
kurang mempunyai kesempatan untuk memperluas dan memeperdalam aspek-aspek
perkembangannya.
d.
Evaluasi
dilaksanakan lebih mengutamakan proses daripada hasil. Kegiatan belajar yang
baik adalah yang memberikan pengalaman kepada siswa untuk memperluas kesadaran
dirinya dan mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam kurikulum ini tidak
digunakan kriteria pencapaian. Peniaian bersifat subjektif baik dari guru
maupun para siswa.
3.
Kurikulum
Rekonstruksi Sosial
Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada
problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat dan bersumber pada aliran
pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri,
melainkan kegiatan bersama, inetraksi, atau kerja sama antara siswa dengan
guru, siswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya,
dan dengan sumber belajar lainnya.
Kurikulum rekonstruksi sosial memiliki karakteristik
sebagai berikut.
a.
Tujuan
utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para siswa pada
tantangan, ancaman, hambatan-hambatan, atau gangguan-gangguan yang dihadapi
manusia. Tantangan-tantangan tersebut merupakan bidang garapan studi sosial
yang bersifat universal bisa didekati dari berbagai disiplin ilmu dan dapat
dikaji dalam kurikulum.
b.
Dalam
pengajaran rekonstruksi sosial para pengembang kurikulum berusaha mencari
keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengann tujuan siswa. Guru-guru
berusaha membantu para siswa menemukan minat dan kebutuhannya. Pembelajaran
diciptakan berupa kerja sama antarsiswa, antarkelompok, dan antara siswa dengan
nara sumber dari masyarakat. Dengan demikian terbentuk juga saling
kebergantungan, saling pengertian, dan konsesnsus. Sejak sekolah dasar, siswa
sudah diharuskan turut serta dalam survey kemasyarakatan serta kegiatan sosial
lainnya. Adapun kelas-kelas tinggi dihadapkan kepada situasi nyata dan
diperkenalkan dengan situasi-situasi ideal. Dengan begitu diharapkan siswa
dapat menciptakan model-model kasar dari situasi yang akan datang.
c.
Pada
tingkat sekolah menengah, pola organisasi kurikulum disusun seperti sebuah
roda. Di tengah-tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi
tema utama dan dibahas secara pleno. Dari tema utama dijabarkan sejumlah topik
yang dibahas dalam diskusi-diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan, dan
lain-lain. Topik-topik dengan berbagai kegiatan kelompok ini merupakan
jari-jari. Semuakegiatan jari-jari tersebut dirangkum menjadi satu kesatuan
sebagai bingkai atau velk.
d.
Evaluasi
diarahkan bukan hanya pada apa yang telah dikuasai siswa, tetapi juga pada
sejauh mana pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat. Penilaian
dilaksanakan dengan melibatkan siswa terutama dalam memilih, menyusun, dan
menilai bahan yang akan diujikan. Sebelum diujikan, soal-soal dinilai terlebih
dahulu ketepatannya, keluasan isinya, dan keampuhannya menilai pencapaian
tujuan-tujuan pembangunan masyarakat yang sifatnya kualitatif.
4.
Kurikulum
Teknologis.
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, di bidang
pendidikan berkembang pula teknologi pendidikan. Aliran ini ada persamaannya
dengan pendidikan klasik, yaitu menekankan isi kurikulum yang tidak diarahkan
pada pemeliharaan dan pengawetan ilmu tersebut tetapi pada penguasaan
kompetensi. Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih
sempit/khusus dan akhirnya menjadi prilaku-prilaku yang dapat diamati atau
diukur.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya
kurikulum adalah dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak(software)
dan perangkat keras(hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam
pendidikan dikenal sebagai teknologi alat(tool technology), sedangkan
penerapan teknologi perangkat lunak disebut teknologi sistem(system
technologi).
Kurikulum teknologis memiliki beberapa ciri khusus,
yaitu:
a.
Tujuan
diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku.
b.
Metode
yang merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses mereaksi
perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi respon yang diharapkan
maka respon tersebut diperkuat.
c.
Bahan
ajar atau isi kurikulum (organisasi bahan ajar) banyak diambil dari disiplin
ilmu tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan suatu
kompetensi.
d.
Kegiatan
evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit
ataupun semester.
E.
Tahapan
Pengembangan Kurikulum
Konsep pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai:
1.
Perekeyasaan
(engineering), meliputi empat tahap, yakni:
a.
Menentukan
pondasi atau dasar-dasar yang diperlukan untuk mengembangkan kurikulum;
b.
Konstrukei
ialah mengembangkan model kurikulm yang diharapkan berdasarkan fondasi
tersebut.
c.
Impelementasi,
yaitu pelaksanaan kurikulum;
d.
Evaluasi,
yaitu menilai kurikulum secara komprehensif dan sistemik.
2.
Konstruksi,
yaitu proses pengembangan secara mikro, yang pada garis besarnya melalui proses
4 kegiatan, yakni merancang tujuan, merumuskan materi, menetapkan metode, dan
merancang evaluasi. (Hamalik, 2007: 133)
Pengembangan kurikulum berlandaskan manajemen, berarti
melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum erdasarkan pola pikir manajemen,
atau berdasarkan proses manajemen sesuai dengan fungsi-fungsi manajemen, yang
terdiri dari (Hamalik, 2007: 133-134):
Pertama,
|
Perencanaan kurikulum yang
dirancang berdasarkan analisis kebutuhan, menggunakan model tertentu dan
mengacu pada suatu desain kurikulum yang efektif.
|
Kedua,
|
Pengorganisasian kurikulum yang ditata baik secara
struktural maupun secara fungsional.
|
Ketiga,
|
Impelementasi yakni pelaksanaan kurikulum di lapangan
|
Keempat,
|
Ketenagaan dalam pengembangan kurikulum.
|
Kelima,
|
Kontrol kurikulum yang mencakup evaluasi kurikulum.
|
Keenam,
|
Mekanisme pengembangan kurikulum secara menyeluruh.
|
Mekanisme Pengembangan Kurikulum
Tahap 1 : Studi
kelayakan dan kebutuhan
Tahap 2 : Penyusunan
konsep awal perencanaan kurikulum
Tahap 3 : Pengembangan
rencana untuk melaksanakan kurikulum
Tahap 4 : Pelaksanaan
uji coba kurikulum di lapangan
Tahap 5 : Pelaksanaan
kurikulum
Tahap 6 : Pelaksanaan
penilaian dan pemantauan kurikulum
Tahap 7 : Pelaksanaan
perbaikan dan penyesuaian
(Hamalik, 2007: 142-143)
Tahap 1 :
Studi kelayakan dan kebutuhan
Pengembang kurikulum melakukan kegiatan analisis
kebutuhan program dan merumuskan dasar-dasar pertimbangan bagi pengembangan
kurikulum tersebut. Untuk itu si pengembang perlu melakukan studi dokumentasi
dan/atau studi lapangan.
Tahap 2 :
Penyusunan konsep awal perencanaan kurikulum
Konsep awal ini dirumuskan berdasarkan rumusan kemampuan,
selanjutnya merumuskan tujuan, isi, strategi pembelajaran sesuai dengan pola
kurikulum sistemik.
Tahap 3 :
Pengembangan rencana untuk melaksanakan kurikulum
Penyusunan rencana ini mencakup penyusunan silabus,
pengembangan bahan pelajaran dan sumber-sumber material lainnya.
Tahap 4 :
Pelaksanaan uji coba kurikulum di lapangan
Pengujian kurikulum di lapangan dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat keandalannya, kemungkinan pelaksanaan dan keberhasilannya,
hambatan dan masalah-masalah yang timbul dan faktor-faktor pendukung yang
tersedia, dan lain-lain yang berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum.
Tahap 5 :
Pelaksanaan kurikulum
Ada 2 kegiatan yang perlu dilakukan, ialah :
1)
Kegiatan
desiminasi, yakni pelaksanaan kurikulum dalam lingkup sampel yang lebih
luas.
2)
Pelaksanaan
kurikulum secara menyeluruh yang mencakup semua satuan pendidikan pada jenjang
yang sama.
Tahap 6 : Pelaksanaan
penilaian dan pemantauan kurikulum
Selama pelaksanaan kurikulum perlu dilakukan penialaian
dan pemantauan yang berkenaan dengan desain kurikulum dan hasil pelaksanaan
kurikulum serta dampaknya.
Tahap 7 :
Pelaksanaan perbaikan dan penyesuaian
Berdasarkan penilaian dan pemantauan kurikulum diperoleh
data dan informasi yang akurat, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan
untuk melakukan pada kurikulum tersebut bila diperlukan, atau melakukan
penyesuaian kurikulum dengan keadaan. Perbaikan dilakukan terhadap beberapa
aspek dalam kurikulum tersebut (Hamalik, 2007: 142-143).
Sedangkan Soetopo dan Soemanto (1986:60-61) mengemukakan
tahapan atau langkah-langkah pengembangan kurikulum makrokospis sebagai
berikut.
1.
Pengaruh
faktor-faktor yang mendorong pembaharuan kurikulum.
a.
Tujuan
(objectives) tertentu, yang permulaannya didorong oleh pengaruh faktor sejarah,
sosiologis, filsafah, psikologis, dan ilmu pengetahuan.
b.
Hasil-hasil
penemuan riset dalam interaksi belajar mengajar.
c.
Tekanan-tekanan,
baik yang berasal dari kelompok penekanan maupun dari pengujian-pengujian
eksternal.
2.
Inisiasi
Pengembangan.
Proses pengambilan keputusan baik di dalam maupun di luar
sistem pendidikan mengenai suatu pengembangan atau innovasi kurikulum hendak
dilaksanakan.
3.
Inovasi
Kurikulum Baru
Kurikulum baru dikembangkan melalui proyek-proyek
pengembangan kurikulum yang harus mengikuti fase-fase:
a.
Penentuan tujuan-tujuan
(objectives) kurikulum.
b.
Produksi
‘materials’ (seperti buku, alat visual, perangkat) dan penciptaan metode-metode
pembelajaran yang sesuai.
c.
Pelaksanaan
percobaan-percobaan terbatas pada sekolah-sekolah.
d.
Evaluasi
dan revisi ’material’ dan metode.
e.
Penyebaran
yang tak terbatas ’material’ dan metode yang sudah direvisi.
4.
Difusi
(penyebaran) Pengetahuan dan Pengertian tentang Pengembangan Kurikulum di luar
Lembaga-lembaga Pengembangan Kurikulum.
Hasil-hasil percobaan kurikulum disebarluaskan di
sekolah-sekolah dan masyarakat umum melalui penanaman pengertian, sehingga
mereka akan responsif terhadap pembaharuan yang hendak dilaksanakan.
5.
Implementasi
Kurikulum yang telah dikembangkan di sekolah-sekolah
6.
Evaluasi
Kurikulum
Para pengembang kurikulum mengadakan penilaian tehadap
kurikulum yang telah dilaksanakan, dengan mendapatkan umpan balik dari para
guru, murid, adminisrtrator sekolah, orang tua siswa, Komite Sekolah, dan
sebagainya.
Kegiatan pengembangan kurikulum dapat dilaksanakan pada
berbagai kondisi atau setting, mulai dari tingkat kelas sampai dengan
tingkat nasional. Kondisi-kondisi itu menurut Hamalik (2007: 104) adalah :
a.
Pengembangan
kurikulum oleh guru kelas.
b.
Pengembangan
kurikulum oleh sekelompok guru dalam suatu sekolah.
c.
Pengembangan
kurikulum melalui pusat guru (teacher’s centre’s)
d.
Pengembangan
kurikulum pada tingkat daerah
e.
Pengembangan
kurikulum dalam/melalui proyek nasional.
BAB
III
KURIKULUM
MATEMATIKA SEKOLAH DI INDONESIA
A.
SEKILAS TENTANG PERKEMBANGAN
KURIKULUM MATEMATIKA SEKOLAH DI INDONESIA
Suka atau tidak suka seseorang terhadap matematika, namun tidak dapat
dihindari bahwa hidupnya akan senantiasa bertemu dengan matematika, entah itu
dalam pembelajaran formal, non formal maupun dalam kehidupan praktis
sehari-hari. Matematika merupakan alat
bantu kehidupan dan pelayan bagi ilmu-ilmu yang lain, seperti fisika, kimia,
biologi, astronomi, teknik, ekonomi, farmasi maupun matematika sendiri.
Mungkin diantara kita banyak yang bertanya bukankah saat ini sudah
ada kalkulator dan komputer sehingga matematika sebagai alat bantu kehidupan
menjadi berkurang? Memang benar, dengan kehadiran kedua alat tersebut banyak persoalan
kehidupan yang awalnya mudah menjadi sulit, dan dapat diselesaikan dalam waktu
yang relatif singkat. Namun perlu diketahui bahwa alat-alat tersebut pun juga
menggunakan prinsip matematika. Tanpa adanya prinsip-prinsip dan konsep
matematika kedua alat tersebut yaitu kalkulator dan komputer tidak mungkin ada.
Begitu pentingnya matematika dalam kehidupan maka tidak aneh jika pembelajaran
matematika mengalami perkembangan dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman.
Bagaimanakah perkembangan pembelajaran matematika di dalam negeri?
a.
Matematika tradisional
(Ilmu Pasti)
Setelah Indonesia terlepas dari penjajahan kolonial,
pemerintah berbenah diri menyusun program pendidikan. Matematika diletakkan
sebagai salah satu mata pelajaran wajib. Saat itu pembelajaran matematika lebih
ditekankan pada ilmu hitung dan cara berhitung. Urutan-urutan materi
seolah-olah telah menjadi konsensus masyarakat. Karena seolah-olah sudah
menjadi konsensus maka ketika urutan dirubah sedikit saja protes dan
penentangan dari masyarakat begitu kuat. Untuk pertama kali yang diperkenalkan
kepada siswa adalah bilangan asli dan membilang, kemudian penjumlahan dengan
jumlah kurang dari sepuluh, pengurangan yang selisihnya positif dan lain
sebagainya.
Kekhasan
lain dari pembelajaran matematika tradisional adalah bahwa pembelajaran lebih
menekankan hafalan dari pada pengertian, menekankan bagaimana sesuatu
itu dihitung bukan mengapa sesuatu itu dihitungnya demikian, lebih
mengutamakan kepada melatih otak bukan kegunaan, bahasa/istilah dan simbol yang
digunakan tidak jelas, urutan operasi harus diterima tanpa alasan, dan seterusnya.
Urutan
operasi hitung pada era pembelajaran matematika tradisional adalah kali, bagi,
tambah dan kurang. Maksudnya bila ada soal dengan menggunakan operasi hitung
maka perkalian harus didahulukan dimanapun letaknya baru kemudian pembagian,
penjumlahan dan pengurangan. Urutan operasi ini mulai tahun 1974 sudah tidak
dipandang kuat lagi banyak kasus yang dapat digunakan untuk menunjukkan
kelemahan urutan tersebut.
Contoh
12 : 3 jawabanya adalah 4, dengan tanpa memberi tanda kurung, soal di atas ekuivalen dengan 9 + 3 : 3, berdasar urutan operasi yaitu bagi dulu baru jumlah dan hasilnya adalah 10. Perbedaan hasil inilah yang menjadi alasan bahwa urutan tersebut kurang kuat.
12 : 3 jawabanya adalah 4, dengan tanpa memberi tanda kurung, soal di atas ekuivalen dengan 9 + 3 : 3, berdasar urutan operasi yaitu bagi dulu baru jumlah dan hasilnya adalah 10. Perbedaan hasil inilah yang menjadi alasan bahwa urutan tersebut kurang kuat.
Sementara
itu cabang matematka yang diberikan di sekolah menengah pertama adalah aljabar
dan Ilmu ukur (geometri) bidang. Geometri ini diajarkan secara terpisah dengan
geometri ruang selama tiga tahun. Sedangkan yang diberikan di sekolah menengah
atas adalah aljabar, geometri ruang, goneometri, geometri lukis, dan sedikit
geometri analitik bidang. Geometri ruang tidak diajarkan serempak dengan
geometri ruang, geomerti lukis adalah ilmu yang kurang banyak diperlukan dalam
kehidupan sehingga menjadi abstrak dikalangan siswa.
b.
Pembelajaran Matematika
Modern
Pengajaran
matematika modern resminya dimulai setelah adanya kurikulum 1975. Model
pembelajaran matematika modern ini muncul karena adanya kemajuan teknologi. Di
Amerika Serikat perasaan adanya kekurangan orang-orang yang mampu menangani senjata,
rudal dan roket sangat sedikit, mendorong munculnya pembaharuan pembelajaran
matematika. Selain itu penemuan-penemuan teori belajar mengajar oleh J. Piaget,
W Brownell, J.P Guilford, J.S Bruner, Z.P Dienes, D.Ausubel, R.M Gagne dan
lain-lain semakin memperkuat arus perubahan model pembelajaran matematika.
W.
Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar
bermakna dan berpengertian. Teori ini sesuai dengan teori Gestalt yang
muncul sekitar tahun 1930, dimana Gestalt menengaskan bahwa latihan hafal atau
yang sering disebut drill adalah sangat penting dalam pengajaran
namun diterapkan setelah tertanam pengertian pada siswa.
Dua
hal tersebut di atas memperngaruhi perkembangan pembelajaran matematika di
Indonesia. Berbagai kelemahan seolah nampak jelas, pembelajaran kurang
menekankan pada pengertian, kurang adanya kontinuitas, kurang merangsang anak
untuk ingin tahu, dan lain sebagainya. Ditambah lagi masyarakat dihadapkan
pada kemajuan teknologi. Akhirnya Pemerintah merancang program pembelajaran
yang dapat menutupi kelemanahn-kelemahan tersebut. Muncullah kurikulum 1975
dimana matematika saat itu mempunyai karakteristik sebagai berikut ;
1) Memuat
topik-topik dan pendekatan baru. Topik-topik baru yang muncul adalah himpunan,
statistik dan probabilitas, relasi, sistem numerasi kuno, penulisan lambang
bilangan non desimal.
2)
Pembelajaran lebih
menekankan pembelajaran bermakna dan berpengertian dari pada hafalan dan
ketrampilan berhitung.
3)
Program matematika sekolah
dasar dan sekolah menengah lebih kontinyu.
4)
Pengenalan penekanan
pembelajaran pada struktur.
5)
Programnya dapat
melayani kelompok anak-anak yang kemampuannya hetrogen.
6)
Menggunakan bahasa yang
lebih tepat.
7)
Pusat pengajaran pada
murid tidak pada guru.
8)
Metode pembelajaran
menggunakan meode menemukan, memecahkan masalah dan teknik diskusi.
9) Pengajaran
matematika lebih hidup dan menarik.
c.
Kurikulum Matematika
1984
Pembelajaran
matematika pada era 1980-an merupakan gerakan revolusi matematika kedua,
walaupun tidak sedahsyat pada revolusi matematika pertama atau matematika
modern. Revolusi ini diawali oleh kekhawatiran negara maju yang akan disusul
oleh negara-negara terbelakang saat itu, seperti Jerman barat, Jepang, Korea,
dan Taiwan. Pengajaran matematika ditandai oleh beberapa hal yaitu adanya
kemajuan teknologi muthakir seperti kalkulator dan komputer.
Perkembangan
matematika di luar negeri tersebut berpengaruh terhadap matematika dalam
negeri. Di dalam negeri, tahun 1984 pemerintah melaunching kurikulum baru,
yaitu kurikulum tahun 1984. Alasan dalam menerapkan kurikulum baru tersebut
antara lain, adanya sarat materi, perbedaan kemajuan pendidikan antar daerah
dari segi teknologi, adanya perbedaan kesenjangan antara program kurikulum di
satu pihak dan pelaksana sekolah serta kebutuhan lapangan dipihak lain, belum
sesuainya materi kurikulum dengan tarap kemampuan anak didik. Dan, CBSA (cara
belajar siswa aktif) menjadi karakter yang begitu melekat erat dalam kurikulum
tersebut.
Dalam
kurikulum ini siswa di sekolah dasar diberi materi aritmatika sosial, sementara
untuk siswa sekolah menengah atas diberi materi baru seperti komputer. Hal lain
yang menjadi perhatian dalam kurikulum tersebut, adalah bahan bahan baru yang
sesuai dengan tuntutan di lapangan, permainan geometri yang mampu mengaktifkan
siswa juga disajikan dalam kurikulum ini.
Sementara
itu langkah-langkah agar pelaksanaan kurikulum berhasil adalah melakukan
hal-hal sebagai berikut;
1)
Guru supaya
meningkatkan profesinalisme
2)
Dalam buku paket harus
dimasukkan kegiatan yang menggunakan kalkulator dan computer
3)
Sinkronisasi dan
kesinambungan pembelajaran dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan
4)
Pengevaluasian hasil
pembelajaran
5) Prinsip
CBSA di pelihara terus
d.
Kurikulum Tahun 1994
Kegiatan
matematika internasional begitu marak di tahun 90-an. walaupun hal itu bukan
hal yang baru sebab tahun tahun sebelumnya kegiatan internasional seperti
olimpiade matematika sudah berjalan beberapa kali. Sampai tahun 1977 saja sudah
19 kali diselenggarakan olimpiade matematika internasional. Saat itu Yugoslavia
menjadi tuan rumah pelaksanaan olimpiade, dan yang berhasil mendulang medali
adalah Amerika, Rusia, Inggris, Hongaria, dan Belanda.
Indonesia
tidak ketinggalan dalam pentas olimpiade tersebut namun jarang mendulang
medali. (tahun 2004 dalam olimpiade matematika di Athena, lewat perwakilan
siswa SMU 1 Surakarta atas nama Nolang Hanani merebut medali). Keprihatinan
tersebut diperparah dengan kondisi lulusan yang kurang siap dalam kancah
kehidupan. Para lulusan kurang mampu dalam menyelsaikan problem-probelmke
hidupan dan lain sebagainya. Dengan dasar inilah pemerintah berusaha
mengembangkan kurikulum baru yang mampu membekali siswa berkaitan dengan
problem-solving kehidupan. Lahirlah kurikulum tahun 1994.
Dalam
kurikulm tahun 1994, pembelajaran matematika mempunyai karakter yang khas,
struktur materi sudah disesuaikan dengan psikologi perkembangan anak, materi
keahlian seperti komputer semakin mendalam, model-model pembelajaran matematika
kehidupan disajikan dalam berbagai pokok bahasan. Intinya pembelajaran
matematika saat itu mengedepankan tekstual materi namun tidak melupakan hal-hal
kontekstual yang berkaitan dengan materi. Soal cerita menjadi sajian menarik
disetiap akhir pokok bahasan, hal ini diberikan dengan pertimbangan agar siswa
mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan yang dihadapi sehari-hari.
e.
Kurikulum tahun 2004
Setelah
beberapa dekade dan secara khusus sepuluh tahun berjalan dengan kurikulum 1994,
pola-pola lama bahwa guru menerangkan konsep, guru memberikan contoh, murid
secara individual mengerjakan latihan, murid mengerjakan soal-soal pekerjaan
rumah hanya kegiatan rutin saja disekolah, sementara bagaimana keragaman
pikiran siswa dan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasannya kurang menjadi
perhatian.
Para
siswa umumnya belajar tanpa ada kesempatan untuk mengkomunikasikan gagasannya,
mengembangkan kreatifitasnya. Jawaban soal seolah membatasi kreatifitas dari
siswa karena jawaban benar seolah-lah hanya otoritas dari seorang guru.
Pembelajaran seperti paparan di atas akhirnya hanya menghasilkan lulusan yang
kurang terampil secara matematis dalam menyelesaikan persoalah-persoalan
seharai-hari. Bahkan pembelajaran model di atas semakin memunculkan kesan kuat
bahwa matematika pelajaran yang sulit dan tidak menarik.
Tahun
2004 pemerintah melaunching kurikulum baru dengan nama kurikulum berbasis
kompetesi. Secara khusus model pembelajaran matematika dalam kurikulum tersebut
mempunyai tujuan antara lain;
1) Melatih
cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan
penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkankesamaan, perbedaan,
konsistensi dan inkonsistensi
2) Mengembangkan
aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan
mengembangkan divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan,
serta mencoba-coba.
3)
Mengembangkan kemampuan
memecahkan masalah
Mengembangkan kewmapuan
menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui
pembicaraan lisan, catatan, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
B.
KOMPETENSI
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi informasi, yang berjalan
cepat dan semakin cepat dalam dua dasawarsa ini merupakan salah satu tanda
globalisasi. Kemajuan tersebut telah mempengaruhi peradaban manusia sedemikian
luas melebihi abad-abad sebelumnya. Pengaruh tersebut dapat dilihat pada
pergeseran tatanan sosial, ekonomi, dan politik yang memerlukan keseimbangan
baru antara nilai-nilai, pemikiran, serta cara-cara kehidupan yang berlaku pada
konteks lokal dan global. Pada masa sekarang, hanya negara yang mempunyai
pemahaman dan kearifan tentang proses dan ancaman globalisasi yang akan
mempunyai kesempatan untuk dapat bertahan hidup, produktif, sejahtera, damai,
dan aman dalam masyarakatnya dan masyarakat dunia (Ella Yulaelawati, 2004: 17)
Kehidupan
damai, sejahtera, dan diperhitungkan dalam masyarakat dunia tidak dapat lagi
hanya dimaknai dan dikaitkan dengan banyaknya sumber daya alam. Tetapi harus
diartikan dengan tingginya daya saing, daya suai, dan kompetensi suatu bangsa.
Dengan ketiga hal tersebut, maka akan lebih mudah bagi suatu bangsa untuk
mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain yang telah jauh lebih maju.
Tingginya daya saing memerlukan kompetensi yang tinggi pula karena pada abad
pengetahuan ini dinamika politik sebuah negara di kancah global sangat
dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi suatu
negara sangat dipengaruhi oleh kompetensi sumber daya manusianya.
Pada
abad pengetahuan ini diperlukan masyarakat berpengetahuan yang belajar
sepanjang hayat sehingga tidak seorang pun dibolehkan untuk tidak memperoleh
pengetahuan dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan
yang harus dikuasai oleh masyarakat sangat beragam dan berkualitas. Untuk itu
diperlukan kurikulum yang mampu menjadi wahana pencapaian pengetahuan dan
keterampilan tersebut. Kurikulum yang demikian sering disebut dengan kurikulum
berbasis kompetensi.
Berdasarkan
teori, secara umum kompetensi dapat didefinisikan sebagai sekumpulan
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai sebagai kinerja yang berpengaruh
terhadap peran, perbuatan, prestasi, serta pekerjaan orang. Dengan demikian,
kompetensi dapat diukur dengan standar umum serta dapat ditingkatkan melalui
pendidikan dan pelatihan (Ella Yulaelawati, 2004: 13).
Kurikulum
berbasis kompetensi diharapkan dapat menciptakan lulusan yang kompeten dan
cerdas dalam membangun identitas, budaya, serta bangsanya. Hal ini didasarkan
pada pandangan bahwa kompetensi dalam kurikulum dikembangkan dengan maksud
untuk memberikan keterampilan dan keahlian daya saing serta berdaya suai untuk
bertahan dalam perubahan, pertentangan, ketidaktentuan, dan kerumitan-kerumitan
kehidupan (Ella Yulaelawati, 2004: 18).
Menurut
Ella Yulaelawati (2004: 19), pemilikan kompetensi secara mendasar dapat
menumbuhkan jiwa produktif dan kepemimpinan. Suatu bangsa yang kuat dan dapat
dipercaya memerlukan tenaga kerja yang mempunyai standar kompetensi yang tinggi
untuk memenuhi tantangan persaingan serta perubahan teknologi. Bangsa yang
dapat memberikan dan menggunakan standar kompetensi tinggi pada peserta didik
sebagai usaha mewujudkan pencapaian tujuan pendidikan nasional dapat
menghasilkan sumber daya manusia yang mampu bekerja, bertahan, menyesuaikan
diri, serta mampu bersaing dlaam kehidupan yang beradab dan bermartabat.
C.
PENGEMBANGAN KURIKULUM
TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta
kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan
peserta didik. (BSNP, 2006: 1). Rumusan tersebut mengandung pokok-pokok pikiran sebagai
berikut:
1)
Kurikulum
merupakan suatu rencana/perencanaan;
2)
Kurikulum
merupakan pengaturan, berarti mempunyai sistematika dan struktur tertentu;
3)
Kurikulum
memuat isi dan bahan pelajaran, menunjuk kepada perangkat mata ajaran atau
bidang pengajaran tertentu;
4)
Kurikulum
mengandung cara, metode, atau strategi penyampaian bahan pengajaran;
5)
Kurikulum
merupakan pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran;
6)
Kendatipun
tidak tertulis, namun telah tersirat di dalam kurikulum, yakni kurikulum
dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan;
7)
Berdasarkan
butir 6, maka kurikulum sebenarnya merupakan alat pendidikan.
KTSP
adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan, dan silabus.
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menyatakan: “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”. Seiring dengan amanat dalam UU tersebut di atas, maka pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional
pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Standar
nasional pendidikan terdiri atas: standar isi (SI), standar proses, standar
kompetensi lulusan (SKL), standar tenaga kependidikan, standar sarana dan
prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian
pendidikan. Dua dari standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi
(SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan
pendidikan dalam pengembangan KTSP (BSNP, 2006:1).
Pengembangan
KTSP harus memperhatikan pilar-pilar pendidikan yang berkembang di abad ini:
1)
Belajar untuk beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
2)
Belajar untuk memahami
dan menghayati,
3)
Belajar untuk mampu
melaksanakan dan berbuat secara efektif,
4)
Belajar untuk hidup
bersama dan berguna untuk orang lain, dan
5)
Belajar untuk membangun
dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan (BSNP, 2006: 2)
Pilar-pilar
pembelajaran yang dirumuskan BSNP di atas merupakan hasil kajian terhadap 6
pilar pendidikan yang direkomendasikan oleh UNESCO. Keenam pilar pendidikan
yang dimaksud adalah (Mastuhu, 2003: 132 – 135):
1)
Learning to Know
Maksudnya adalah bukan
sebatas mengetahui dan memiliki materi informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan
dan mengingat selama-lamanya dengan setepat-tepatnya sesuai dengan petunjuk
pelaksanaan yang telah diberikan. Tetapi kemampuan memahami makna di balik
materi ajar yang telah diterimanya.
2)
Learning to Do
Maksudnya bukanlah
kemampuan berbuat yang mekanis dan pertukangan tanpa pemikiran, tetapi action
in thinking, berbuat dengan berpikir, learning by doing. Dengan
demikian, peserta didik akan terus belajar bagaimana memperbaiki dan
menumbuhkembangkan kerja, juga bagaimana mengembangkan teori atau konsep
intelektualitasnya. Learning to Do juga dimaksudkan untuk menuntun
peserta didik mengenal hubungan antara berkarya dan beriman menurut keyakinan
agamanya. Esensi bekerja bukan semata-mata mencari uang, tetapi adalah belajar.
3)
Learning to Be
Manusia di zaman modern
ini dapat hanyut ditelan masa jika ia tidak berpegang teguh pada jati dirinya. Learning
to Be akan menuntun peserta didik menjadi ilmuwan sehingga mampu menggali
dan menentukan nilai kehidupannya sendiri dalam hidup di masyarakat sebagai
hasil belajarnya.
4)
Learning to Live
Together
Pilar ini menuntun
seseorang untuk dapat hidup bermasyarakat dan menjadi manusia berpendidikan
yang bermanfaat baik bagi diri dan masyarakatnya, maupun bagi seluruh umat
manusia.
5)
Learn How to Learn
Dalam hidup dan kehidupnnya,
manusia akan senantiasa dihadapkan dengan masalah. Ibaratnya
6)
Learning Throughout
Life
1.
Landasan Pengembangan
KTSP
2.
Prinsip-Prinsip
Pengembangan KTSP
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi
(BSNP, 2006: 5 – 7), yaitu :
1.
Berpusat pada potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi
sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi
peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
2.
Beragam dan terpadu. Kurikulum
dikembangkan dengan memperhatikan keragaman
karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis
pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta
status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan
wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta
disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat
antarsubstansi.
3.
Tanggap terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar
kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis,
dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk
mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni.
4.
Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan
(stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan,
termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja.
Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir,
keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional
merupakan keniscayaan.
5.
Menyeluruh dan berkesinambungan.
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian
keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
6.
Belajar sepanjang hayat.
kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. kurikulum mencerminkan keterkaitan
antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan
memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah
pengembangan manusia seutuhnya.
7.
Seimbang antara kepentingan nasional
dan kepentingan daerah. kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan nasional dan
kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka
Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemenuhan
prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu kurikulum
tingkat satuan pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya
sering kali terabaikan. karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh
atau jiwanya kurikulum dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang
lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari
kurikulum . padahal jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna
memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.
BAB
IV
MATEMATIKA
SEKOLAH
A.
Hakikat Matematika dan
Matematika Sekolah
Matematika
merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern,
mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir
manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa
ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar,
analisis, teori peluang dan matematika diskrit.
Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan
penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Mata
pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari
sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan
memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada
keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Standar
kompetensi dan kompetensi dasar matematika dalam dokumen ini disusun sebagai
landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Selain
itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam
pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan
simbol, tabel, diagram, dan media lain.
Pendekatan
pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup
masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak
tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah,
membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.
Dalam
setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan
masalah yang sesuai dengan situasi (contextual
problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara
bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan
keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi
dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. Selain itu,
perlu ada pembahasan mengenai bagaimana matematika banyak diterapkan dalam
teknologi informasi sebagai perluasan pengetahuan peserta didik.
B.
Tujuan Pembelajaran
Matematika Sekolah
Berdasarkan PERMENDIKNAS No. 22 Tahun 2006, Mata pelajaran
matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berikut:
1.
Memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau
algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2.
Menggunakan penalaran
pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3.
Memecahkan masalah yang
meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan
model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4.
Mengomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas
keadaan atau masalah
5.
Memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah.
Penjelasan
dari tiap tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau
algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
Objek
dalam pembelajaran matematika adalah: fakta,
konsep, prinsip, dan skills (Bells dalam Setiawan: 2005). Objek tersebut
menjadi perantara bagi siswa dalam menguasai kompetensi-kompetensi dasar (KD)
yang dimuat dalam SI mata pelajaran matematika.
Fakta
adalah sebarang kemufakatan dalam matematika. Fakta matematika meliputi istilah
(nama), notasi (lambang), dan kemufakatan (konvensi).
Contoh
fakta: Kaitan kata “lima” dan simbol “5”. Kaitan tanda “=“ dengan kata “sama
dengan”. Kesepakatan pada garis bilangan: sebelah kanan O adalah positif,
sebelah kiri O adalah negatif.
Konsep
adalah ide (abstrak) yang dapat digunakan atau
memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan/menggolongkan sesuatu objek. Suatu
konsep biasa dibatasi dalam suatu ungkapan yang disebut definisi. “Segitiga”
adalah suatu konsep yang dapat digunakan untuk mengelompokkan bangun datar,
yaitu yang masuk dalam pengertian “segitiga” dan “yang tidak termasuk dalam
pengertian segitiga”. Beberapa konsep merupakan pengertian dasar yang dapat
ditangkap secara alami (tanpa didefinisikan).
Contoh
konsep: konsep himpunan. Beberapa konsep lain diturunkan dari konsep konsep
yang mendahuluinya, sehingga berjenjang. Konsep yang diturunkan tadi dikatakan
berjenjang lebih tinggi daripada konsep yang mendahuluinya. Contoh: konsep
tentang relasi – fungsi – korespondensi satu-satu.
Prinsip
adalah rangkaian konsep-konsep beserta hubungannya.
Umumnya prinsip berupa pernyataan. Beberapa prinsip merupakan prinsip dasar
yang dapat diterima kebenarannya secara alami tanpa pembuktian. Prinsip dasar
ini disebut aksioma atau postulat.
Contoh
Prinsip: Dua segitiga dikatakan kongruen jika dua pasang sisinya sama panjang
dan sudut yang diapit kedua sisi itu sama besar.
Persegi
panjang dapat menempati bingkainya dengan empat cara.
Skill
atau keterampilan dalam matematika adalah kemampuan
pengerjaan (operasi) dan prosedur yang harus dikuasai oleh siswa dengan
kecepatan dan ketepatan yang tinggi, misalnya operasi hitung, operasi himpunan.
Beberapa keterampilan ditentukan oleh seperangkat aturan atau instruksi atau
prosedur yang berurutan, yang disebut algoritma, misalnya prosedur
menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel.
Pada
intinya tujuan pertama itu tercapai bila siswa mampu memahami konsep-konsep
matematika. Mencermati tujuan pertama dari mata pelajaran matematika dalam
hubungannya dengan objek matematika yang menjadi perantara siswa dalam
mempelajari KD-KD pada SI maka dapat dikatakan bahwa konsep matematika yang
dimaksud pada tujuan pertama meliputi fakta, konsep, prinsip, dan skill atau
algoritma. Dalam kaitan itu pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen
Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah
diuraikan bahwa indikator siswa memahami konsep matematika adalah mampu:
1)
menyatakan ulang sebuah
konsep,
2)
mengklasifikasi objek
menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya,
3)
memberi contoh dan
bukan contoh dari suatu konsep,
4)
menyajikan konsep dalam
berbagai bentuk representasi matematis,
5)
mengembangkan syarat
perlu atau syarat cukup dari suatu konsep,
6)
menggunakan dan
memanfaatkan serta memilih prosedur atau operasi tertentu,
7)
mengaplikasikan konsep
atau algoritma pada pemecahan masalah.
Contoh
ilustrasi hasil belajar lingkup pemahaman konsep sebagai berikut.
Ketika
siswa belajar KD 2.3 Kelas VII Semester 1 yaitu ‘Menyelesaikan persamaan linear
satu variabel’, maka ia harus terampil menyelesaikan persamaan linear satu
variable (PLSV). Agar memiliki kemampuan seperti itu maka siswa harus paham
konsep PLSV dan algoritma menyelesaikan PLSV atau memahami prinsip (dalil)
kesetaraan. Bila itu terwujud maka ia dikatakan mampu menyelesaikan PLSV.
Kemampuan itu lingkupnya adalah pemahaman konsep.
2.
Menggunakan penalaran
pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
Penalaran
adalah suatu proses atau suatu aktivitas berpikir
untuk menarik suatu kesimpulan atau proses berpikir dalam rangka membuat suatu
pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya
telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya (Fadjar Shadiq, 2003).
Materi
matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Materi matematika dipahami melalui penalaran, dan penalaran
dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika (Depdiknas dalam
Fadjar Shadiq, 2005).
Contoh
hasil penalaran:
1.
Jika besar dua sudut
dalam segitiga 60° dan 100° maka besar sudut yang ketiga adalah 20°.
2.
Jika (x − 1)(x + 10) =
0 maka x = 1 atau x = −10
3.
Sekarang Ani berumur 15
tahun. Umur Dina 2 tahun lebih tua dari Ani. Jadi, sekarang umur Dina 17 tahun.
Pernyataan
yang tercetak tebal adalah hasil penalaran.
Penalaran
Induktif dan Deduktif
Ada
dua cara untuk menarik kesimpulan yaitu secara induktif dan deduktif,
sehingga dikenal istilah penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran
induktif adalah proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta
atau kejadian-kejadian khusus yang sudah diketahui menuju kepada suatu
kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran deduktif merupakan proses
berpikir untuk menarik kesimpulan tentang hal khusus yang berpijak pada hal
umum atau hal yang sebelumnya telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya.
Tentang
penalaran deduktif, perhatikan pernyataan dari Depdiknas dalam Fadjar Shadiq
(2005) berikut ini: “Unsur utama pekerjaan matematika adalah penalaran
deduktif yang bekerja atas dasar asumsi, yaitu kebenaran suatu konsep atau
pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya”.
1)
Contoh siswa mampu
melakukan penalaran induktif misalnya siswa mampu menyimpulkan bahwa jumlah
sudut dalam suatu segitiga adalah 1800 setelah melakukan kegiatan memotong tiga
sudut pada berbagai bentuk segitiga (lancip, tumpul, siku-siku) kemudian tiga
sudut yang dipotong pada tiap segitiga dirangkai sehingga membentuk sudut
lurus. Atau siswa dikatakan mampu melakukan penalaran secara induktif setelah
mengukur tiap sudut pada berbagai bentuk segitiga dengan busur derajat kemudian
menjumlahkannya.
2)
Contoh siswa mampu
melakukan penalaran deduktif misalnya siswa mampu melakukan pembuktian bahwa
jumlah sudut dalam segitiga itu 1800 dengan menggunakan prinsip
tentang sifat sudut pada dua garis sejajar yang dipotong oleh garis ketiga
(sehadap, berseberangan, sepihak) yang sudah dipelajarinya seperti berikut ini.
Ð
A = Ð C3 (sudut sehadap)
Ð
B = Ð C2 (sudut dalam berseberangan)
Ð
C = Ð C1
Ð
A + Ð B + Ð C = Ð C1 + Ð C2 + Ð C3 = 180° (sudut lurus)
Mencermati
tujuan kedua dari mata pelajaran matematika maka pada intinya tujuan ini
tercapai bila siswa mampu melakukan penalaran. Siswa dikatakan mampu
melakukan penalaran bila ia mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,
atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Dalam kaitan itu pada
penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004
tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah diuraikan bahwa indikator siswa
memiliki kemampuan dalam penalaran adalah mampu:
1)
mengajukan dugaan,
2)
melakukan manipulasi
matematika,
3)
menarik kesimpulan,
menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi,
4)
menarik kesimpulan dari
pernyataan,
5)
memeriksa kesahihan
suatu argumen,
6)
menemukan pola atau
sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
3.
Memecahkan masalah yang
meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan
model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
Salah
satu kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa dalam belajar matematika adalah
kemampuan memecahkan masalah atau problem solving. Apa
yang dimaksud memecahkan masalah (problem solving)?
Sebelum
mempelajari maksud dari problem solving, terlebih dahulu kita bahas tentang
maksud dari problem atau masalah. Setiap penugasan dalam belajar matematika
untuk siswa dapat digolongkan menjadi dua hal yaitu exercise atau
latihan dan problem atau masalah (Lenchner, 1983). Exercise (latihan)
merupakan tugas yang langkah penyelesaiannya sudah diketahui siswa. Pada
umumnya suatu latihan dapat diselesaikan dengan menerapkan secara langsung satu
atau lebih algoritma. Problem lebih kompleks daripada latihan karena
strategi untuk menyelesaikannya tidak langsung tampak. Dalam menyelesaikan
problem siswa dituntut kreativitasnya. Perhatikan contoh-contoh berikut.
Contoh-1:
Tentukan
dua bilangan yang belum diketahui pada pola bilangan berikut ini.
1.
1, 8, 27, 64, ..., ...
2.
9, 61, 52, 63, ..., ...
Pertanyaan
refleksi (setelah mengerjakan soal):
1)
Apakah dengan
menerapkan suatu konsep atau algoritma pada soal 1, penyelesaian soal dapat
dengan serta merta langsung diperoleh? Jelaskan!
2)
Apakah dengan
menerapkan suatu konsep atau algoritma pada soal 2, penyelesaian soal dapat
dengan serta merta langsung diperoleh?
3)
Mana yang lebih
menantang, soal 1 atau soal 2?
4)
Mana yang lebih
memerlukan kreativitas dalam menyelesaikannya, soal 1 atau soal 2?
Contoh-2:
Suatu
saat Anda menyodorkan sekumpulan mata uang logam kepada siswa. Kumpulan uang
logam terdiri dari: 3 keping uang dua ratusan, 2 keping uang lima ratusan dan 1
keping uang ribuan. Berikan pertanyaan berikut ini kepada siswa.
a)
Ada berapa macam keping
mata uang pada kumpulan uang logam itu?
b)
Ada berapa buah keping
uang pada kumpulan uang logam itu?
c)
Berapa total nilai uang
pada kumpulan uang logam itu?
d)
Kelompok keping uang
manakah yang nilainya paling besar? Manakah yang nilainya paling kecil?
e)
Berapa macam nilai uang
berbeda yang dapat ditentukan dari keeping uang atau keping-keping uang yang
semacam?
f)
Berapa macam nilai uang
berbeda yang dapat ditentukan dari kepingkeping uang yang terdiri dari dua
macam?
g)
Berapa macam nilai uang
berbeda yang dapat ditentukan dari kepingkeping uang yang terdiri dari tiga
macam?
h)
Ada berapa macam nilai
uang sama yang kombinasi kepingnya berbeda?. Tunjukkan nilai dan kombinasinya.
Pertanyaan
refleksi (setelah mengerjakan soal):
a.
Apakah kualitas empat
pertanyaan pertama berbeda dengan kualitas empat pertanyaan berikutnya?
b.
Manakah pertanyaan yang
dapat diselesaikan dengan pengecekan sederhana pada bendanya atau dengan
prosedur berhitung (penjumlahan) rutin yang biasa dilakukan?
c.
Manakah pertanyaan yang
tidak dapat diselesaikan dengan proses rutin yang biasa dilakukan, sehingga
dalam menyelesaikannya terlebih dahulu siswa dituntut menentukan metode
pemecahan yang tepat? Apakah untuk menyelesaikannya diperlukan kreativitas?
d.
Apakah proses menjawab
pertanyaan nomor 1 s.d. 4 relatif berbeda (baru) bila dibandingkan dengan
menjawab pertanyaan nomor 5 s.d. 8?
e.
Apakah pertanyaan nomor
1 s.d. 4 itu dapat dikelompokkan sebagai pertanyaan untuk ‘latihan’ atau
excercises dalam rangka memahami atau menguatkan konsep? Mengapa?
f.
Apakah pertanyaan nomor
5 s.d. 8 dapat dikelompokkan sebagai pertanyaan dengan kategori problem atau
masalah. Mengapa?
g.
Manakah pertanyaan yang
menuntut kemampuan penalaran yang memadai?
h.
Manakah pertanyaan yang
menuntut kemampuan komunikasi matematis?
Setelah
mencermati pertanyaan-pertanyaan di atas dan menjawabnya, pertanyaan berikutnya
adalah: Apakah masalah (problem) dan pemecahan masalah itu?
Perhatikan
dua hal berikut ini.
1.
Suatu pertanyaan atau
tugas akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan atau tugas itu menunjukkan
adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin
yang sudah diketahui oleh penjawab pertanyaan.
2.
Suatu masalah bagi
seseorang dapat menjadi bukan masalah bagi orang lain karena ia sudah
mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya.
Perhatikan
dua soal pada contoh-1 di atas. Bila ditinjau dari materi soal maka untuk
menyelesaikan soal nomor 1 cara-caranya pastilah sudah diketahui oleh semua
siswa karena telah dipelajari, yaitu saat membahas tentang bilangan berpangkat
tiga. Untuk menyelesaikan soal nomor 2 siswa umumnya belum tahu caranya secara
langsung (kecuali bila guru telah memberikannya sebagai contoh). Oleh karena
itu soal nomor 1 tidak dapat digolongkan sebagai masalah, sedang soal nomor 2
dapat digolongkan sebagai masalah.
Bila
ditinjau dari pengalaman tiap siswa, dapat terjadi soal nomor 1 dan 2 keduanya
menjadi kendala (masalah), karena ia tidak tahu atau paham bagaimana prosedur
menyelesaikan kedua soal itu meskipun soal itu sudah pernah dipelajari. Namun
bagi siswa lain mungkin keduanya bukan menjadi masalah karena ia telah pernah
mengetahui dan paham tentang prosedur menyelesaikan kedua soal itu. Dalam hal
ini yang dimaksud masalah lebih dikaitkan dengan materi soalnya atau
materi penugasan dan pengalaman siswa, bukan dikaitkan dengan seberapa jauh
kendala atau hambatan hasil belajar matematikanya. Merujuk pada maksud dari
‘masalah atau problem’ itu, apa yang dimaksud dengan pemecahan masalah?
Pemecahan
masalah adalah proses menerapkan pengetahuan
yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal.
Dengan demikian ciri dari pertanyaan atau penugasan berbentuk pemecahan
masalah adalah: (1) ada tantangan dalam materi tugas atau soal, (2) masalah
tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur rutin yang sudah diketahui
penjawab.
Pada
intinya tujuan ketiga itu tercapai bila siswa mampu memecahkan
masalah atau melakukan problem solving. Mencermati tujuan ketiga
dari mata pelajaran matematika maka siswa dikatakan mampu memecahkan masalah
bila ia memiliki kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Dalam kaitan
itu pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor
506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah diuraikan bahwa
indikator siswa memiliki kemampuan dalam pemecahan masalah adalah
mampu:
1.
menunjukkan pemahaman
masalah,
2.
mengorganisasi data dan
memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah,
3.
menyajikan masalah
secara matematik dalam berbagai bentuk,
4.
memilih pendekatan dan
metode pemecahan masalah secara tepat,
5.
mengembangkan strategi
pemecahan masalah,
6.
membuat dan menafsirkan
model matematika dari suatu masalah dan
7.
menyelesaikan masalah
yang tidak rutin.
4.
Mengomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas
keadaan atau masalah
Gagasan
dan pikiran seseorang dalam menyelesaikan permasalahan matematika dapat
dinyatakan dalam kata-kata, lambang matematis, bilangan, gambar, maupun tabel.
Cockroft (1986) dalam Fadjar Shadiq (2003) menyatakan bahwa matematika
merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan.
Komunikasi ide-ide, gagasan pada operasi atau pembuktian matematika banyak
melibatkan kata-kata, lambang matematis, dan bilangan.
Banyak
persoalan ataupun informasi disampaikan dengan bahasa matematika, misalnya
menyajikan persoalan atau masalah ke dalam model matematika yang dapat berupa
diagram, persamaan matematika, grafik, ataupun tabel. Mengkomunikasikan
gagasan dengan matematika lebih praktis, sistematis, dan efisien (Depdiknas
dalam Fadjar Shadiq, 2003). Contoh: Notasi 30 × 3 antara lain menyatakan:
1.
Luas permukaan kolam
dengan ukuran panjang 30 meter dan lebar 3 meter.
2.
Banyak roda pada 30
becak/bemo.
3.
Banyaknya pensil dalam
30 kotak yang masing-masing kotak berisi 3 pensil.
Contoh
di atas menunjukkan bahwa satu notasi dapat digunakan untuk beberapa hal namun tidak
membingungkan dan masing-masing mempunyai kekuatan argumen.
Dalam
kaitan dengan tujuan keempat ini, siswa dikatakan mampu dalam
komunikasi secara matematis bila ia mampu mengkomunikasikan gagasan
dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah.
Contoh
ilustrasi bahwa siswa mampu melakukan komunikasi secara matematis sebagai
berikut.
Misalkan
siswa mendapat tugas dari guru sebagai berikut: “Gambarlah sebarang segitiga
lancip, siku-siku, dan tumpul. Dengan busur derajat, ukurlah besar tiap sudut
pada tiap segitiga. Jumlahkan sudut-sudut hasil pengukuran pada tiap segitiga.
Apa yang dapat kamu simpulkan?”.
Siswa
dikatakan mampu melakukan komunikasi matematis dengan baik pada tugas
tersebut bila ia mampu memperjelas tugas dan penyelesaiannya dengan
memanfaatkan pengetahuannya tentang jenis segitiga dan tabel.
5.
Memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah.
Pencapaian
tujuan kelima ini lebih banyak ditentukan oleh bagaimana cara guru mengelola
pembelajaran daripada bagaimana siswa belajar. Mengapa demikian?
Siswa
akan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan sehingga
muncul rasa ingin tahu, perhatian, dan berminat dalam mempelajari matematika
bila guru dapat menghadirkan suasana PAKEM (pembelajaran yang aktif,
kreatif, efektif dan menyenangkan). Pembelajaran matematika PAKEM
dalam hal ini adalah pembelajaran matematika yang mampu memancing, mengajak,
dan membuat siswa untuk: aktif berpikir (mentalnya), kreatif (dalam berpikir),
senang belajar dalam arti nyaman kondisi mentalnya karena tiadanya ancaman atau
tekanan dalam belajar baik dari guru maupun dari teman-temannya, serta
kompetensi yang dipelajari terkuasai.
Selain
menghadirkan suasana PAKEM, tujuan kelima ini juga menuntut guru
untuk menghadirkan pembelajaran yang kontekstual dalam arti berkait dengan
kehidupan sehari-hari siswa. Hal itu dimaksudkan agar siswa memahami makna
dan kaitan kompetensi matematika yang dipelajarinya dengan kehidupannya
sehari-hari. Dari situ diharapkan muncul sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan.
Siswa
akan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan sehingga
muncul sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah bila ia tidak
terhambat kemampuannya dalam belajar matematika.
Perlu
diingat bahwa unsur utama pekerjaan matematika adalah penalaran
deduktif yang bekerja atas dasar asumsi, yaitu kebenaran suatu konsep atau
pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya
(Depdiknas dalam Fadjar Shadiq, 2005). Hal itu mengakibatkan bahwa kompetensi-kompetensi
matematika yang dipelajari saling terkait dan tersusun secara hierarkis.
Dalam kaitan hal itu kita paham bahwa siswa tidak akan kompeten dalam
menyelesaikan persamaan linear satu variabel bila ia tidak kompeten dalam
mengoperasikan bentuk-bentuk aljabar. Kita juga paham bahwa agar siswa atau
diri kita mampu memecahkan masalah, maka perlu paham dengan baik konsep-konsep
matematika dan mampu melakukan penalaran.
Mengingat
hal itu maka kemampuan siswa cenderung tidak terhambat bila ia senantiasa tidak
bermasalah dalam memenuhi kemampuan modal atau kemampuan prasyarat yaitu
kemampuan yang telah dipelajari sebelumnya dan kemampuan itu diperlukan untuk
mempelajari kompetensi yang akan/sedang dipelajari. Oleh karena itu hendaknya
guru dan sekolah senantiasa berusaha agar dapat mendeteksi kelemahan-kelemahan
siswa dalam belajar matematika secara dini kemudian bahu-membahu mengatasinya
sehingga tidak berlarut-larut. Terhambat belajar matematika yang berlarut-larut
akan menggagalkan tercapainya tujuan kelima ini, bukan saja siswa tak akan
menjadi ulet dan
percaya
diri dalam pemecahan masalah, namun juga dapat mengakibatkan hilangnya minat
mempelajari matematika.
C.
Hubungan Muatan Antar
KD dan SK Pelajaran Matematika
Standar
Isi (SI) untuk satuan dikdasmen pada suatu mata
pelajaran mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk
mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu
dan hal itu tercantum pada lampiran Permendiknas Nomor 22 tahun 2006.
Pada SI mata pelajaran matematika dimuat daftar SK dan KD yang harus dikuasai
siswa.
Perlu
diingat bahwa unsur utama pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif yang
bekerja atas dasar asumsi, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan
diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya (Depdiknas: Fadjar
Shadiq, 2003). Hal itu mengakibatkan bahwa kompetensi-kompetensi matematika
yang dipelajari saling terkait dan tersusun secara hirarkis. Oleh karena itu kita
harus memahami bagaimana keterkaitan antar KD yang dipelajari oleh siswa.
Pemahaman
tentang keterkaitan antar KD akan mempermudah guru dalam mengarahkan siswa
dalam belajar, baik untuk siswa yang cepat dalam belajar maupun siswa yang
lambat dalam belajar. Guru yang paham terhadap keterkaitan muatan antar KD
matematika akan:
1)
mudah mengarahkan
siswanya yang cepat dalam belajar sehingga dapat efisien dalam mempelajari
KD-KD dan akhirnya kemampuan minimal dan pengayaan yang dikuasai siswa dapat
optimal.
2)
mudah membimbing
siswanya yang lambat dalam belajar sehingga dapat efisien dalam mempelajari
KD-KD dan akhirnya kemampuan minimal akan dikuasai siswa.
3)
mudah dalam melakukan
diagnosa kesulitan belajar siswa dan memberikan pelayanan remedial.
D.
Muatan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) Mata Pelajaran Matematika
SKL
untuk satuan dikdasmen disahkan dengan Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006.
SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan
peserta didik. SKL yang ada pada Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 adalah
SKL minimal satuan dikdasmen, SKL minimal kelompok mata pelajaran dan SKL
minimal mata pelajaran.
1.
SKL Mata Pelajaran
Matematika di SMA:
a.
Program
IPA
1)
Memahami pernyataan
dalam matematika dan ingkarannya,
menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor,
serta menggunakan prinsip logika
matematika dalam pemecahan masalah
2)
Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan aturan pangkat, akar dan logaritma, fungsi aljabar sederhana,
fungsi kuadrat, fungsi eksponen dan grafiknya, fungsi komposisi dan fungsi
invers, persamaan dan pertidaksamaan kuadrat, persamaan lingkaran dan persamaan
garis singgungnya, suku banyak, algoritma pembagian dan teorema sisa, program
linear, matriks dan determinan, vektor, transformasi geometri dan komposisinya,
barisan dan deret, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
3)
Menentukan kedudukan,
jarak dan besar sudut yang melibatkan titik, garis dan bidang di ruang dimensi
tiga serta menggunakannya dalam
pemecahan masalah
4)
Memahami konsep
perbandingan, fungsi, persamaan dan identitas trigonometri, rumus sinus dan kosinus jumlah dan selisih dua
sudut, rumus jumlah dan selisih sinus dan kosinus, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
5)
Memahami limit fungsi
aljabar dan fungsi trigonometri di suatu titik dan sifat-sifatnya, turunan
fungsi, nilai ekstrem, integral tak tentu dan integral tentu fungsi aljabar dan
trigonometri, serta menerapkannya dalam
pemecahan masalah
6)
Memahami dan mengaplikasikan penyajian data dalam bentuk
tabel, diagram, gambar, grafik, dan ogive, ukuran pemusatan, letak dan ukuran
penyebaran, permutasi dan kombinasi, ruang sampel dan peluang kejadian dan
menerapkannya dalam pemecahan masalah
7)
Memiliki sikap
menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan
8)
Memiliki kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai
kemampuan bekerjasama
b.
Program
IPS
1)
Memahami pernyataan dalam
matematika dan ingkarannya, menentukan
nilai kebenaran pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor, serta menggunakan prinsip logika matematika dalam
pemecahan masalah yang berkaitan dengan pernyataan majemuk dan pernyataan
berkuantor
2)
Menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan aturan pangkat, akar dan logaritma, fungsi aljabar
sederhana, fungsi kuadrat dan grafiknya, persamaan dan pertidaksamaan kuadrat,
komposisi dan invers fungsi, program linear, matriks dan determinan, vektor,
transformasi geometri dan komposisinya, barisan dan deret, serta menggunakannya
dalam pemecahan masalah
3)
Menentukan kedudukan,
jarak dan besar sudut yang melibatkan titik, garis dan bidang di ruang dimensi
tiga serta menggunakannya dalam
pemecahan masalah
4)
Memahami konsep perbandingan,
fungsi, persamaan dan identitas trigonometri serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
5)
Memahami limit fungsi
aljabar dan fungsi trigonometri di suatu titik dan sifat-sifatnya, turunan
fungsi, nilai ekstrem, integral tak tentu dan integral tentu fungsi aljabar dan
trigonometri, serta menerapkannya dalam
pemecahan masalah
6)
Mengaplikasikan
penyajian data dalam bentuk tabel, diagram, gambar, grafik, dan ogive, ukuran
pemusatan, letak dan ukuran penyebaran, permutasi dan kombinasi, ruang sampel
dan peluang kejadian, dalam pemecahan masalah
7)
Memiliki sikap
menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan
8)
Memiliki kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta mempunyai
kemampuan bekerjasama.
c.
Program
Bahasa
1)
Memahami pernyataan
dalam matematika dan ingkarannya,
menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor,
serta menggunakan prinsip logika
matematika dalam pemecahan masalah
2)
Menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan aturan pangkat, akar dan logaritma, fungsi aljabar
sederhana dan fungsi kuadrat, persamaan dan pertidaksamaan kuadrat, program
linear, matriks dan determinan, vektor, transformasi geometri dan komposisinya,
barisan dan deret, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
3)
Menentukan kedudukan,
jarak dan besar sudut yang melibatkan titik, garis dan bidang di ruang dimensi
tiga serta menggunakannya dalam
pemecahan masalah
4)
Memahami konsep
perbandingan, fungsi, persamaan dan identitas trigonometri serta menggunakan
dalam pemecahan masalah
5)
Memahami dan mengaplikasikan penyajian data dalam bentuk
tabel, diagram, gambar, grafik, dan ogive, ukuran pemusatan, letak dan ukuran
penyebaran, permutasi dan kombinasi, ruang sampel dan peluang kejadian dan
menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari dan ilmu
pengetahuan dan teknologi
6)
Memiliki sikap
menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan
7)
Memiliki kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai
kemampuan bekerjasama
BAB III
ANALISIS STANDAR ISI
MATA PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH
Dalam
bab ini kita akan mempelajari tentang cara menganalisis KD dalam hubungannya
dengan tujuan mata pelajaran matematika. Kegiatan analisis ini dilakukan
mengawali pembuatan silabus dan RPP sebagai persiapan pembelajaran. Analisis
dilakukan dalam rangka mengoptimalkan pencapaian tujuan mata pelajaran pada
pelaksanaan pembelajaran.
Setelah
mempelajari bab ini Anda diharapkan mampu menganalisis Standar Kompetensi (SK)
dan Kompetensi Dasar (KD) pada SI dalam hubungannya dengan tujuan mata
pelajaran matematika. Untuk membantu Anda agar menguasai kemampuan tersebut,
dalam bab ini disajikan pembahasan yang dikemas dalam satu kegiatan belajar dan
diikuti latihan.
Kegiatan
Belajar Seperti telah diuraikan pada bagian pendahuluan bahwa tujuan mata
pelajaran matematika pada intinya adalah agar siswa mampu: (1) memahami konsep
matematika, (2) melakukan penalaran, (3) memecahkan masalah, (4) melakukan
komunikasi secara matematis, dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan. Agar tujuan itu dapat dicapai optimal maka perlu
adanya analisis yang hasilnya dapat memandu pengelola pembelajaran matematika
dalam memfokuskan pencapaian masing-masing tujuan.
Untuk
memahami cara melakukan analisis KD pada SI maka simaklah pertanyaan-pertanyaan
berikut ini. Pembahasan pada bab ini berpijak pada pertanyaan-pertanyaan
berikut. Berdiskusilah dengan peserta lain untuk membahas pertanyaan dan
jawaban pertanyaan-pertanyaan berikut.
1.
Ada berapa KD pada
masing-masing kelas di SMA?
2.
Pada kenyataannnya, SI
telah menguraikan dengan jelas SK dan KD mana saja yang secara eksplisit
menuntut kemampuan memecahkan masalah. SK dan KD manakah itu?
3.
Tidak semua SK memuat
KD yang menuntut kemampuan pemecahan masalah. Dalam hal ini dapatkah
pembelajaran KD-KD yang secara eksplisit tidak menuntut kemampuan pemecahan
masalah didalamnya ada kegiatan pemecahan masalah?
4.
Pada SK dan KD manakah
perlu difokuskan pencapaian tujuan terkait siswa mampu memahami konsep
matematika? Apakah pada semua SK dan KD?
5.
Pada SK dan KD manakah
perlu difokuskan pencapaian tujuan terkait siswa mampu melakukan penalaran?
Apakah pada semua SK dan KD?
6.
Pada SK dan KD manakah
perlu difokuskan pencapaian tujuan terkait siswa mampu melakukan komunikasi
secara matematis? Apakah pada semua SK dan KD?
7.
Pada SK dan KD manakah
perlu difokuskan pencapaian tujuan terkait siswa mampu memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan?
DAFTAR PUSTAKA
Dakir, H. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Danim, Sudarwan.
2003. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dimmock, Clive.
2000. Designing the Learning-Centered School: A Cross-Cultural
Perspective. London: Falmer Press.
Hamalik, Oemar. 2007. Manajemen Pengembangan Kurikulum.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Hamalik, Oemar. 2006. Perencanaan
Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.
Hudojo, Herman. 1979. Pengembangan
Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya: Usaha
Nasional.
Mastuhu. 2003. Menata Ulang Pemikiran Sistem
Pendidikan Nasional Abad 21. Yogyakarta: Safiria Insania Press & MSI
UII.
Mulyasa, E. 2006. Implementasi
Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution, S.
2003. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Nasution, S.
2006. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Ruseffendi. 1996. Materi Pokok
Pendidikan Matematika 3. Jakarta: Universitas Terbuka.
Soetopo, Hendyat dan Wasty
Soemanto. 1986. Pembinaan
dan Pengembangan Kurikulum: sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan.
Jakarta: Bina Aksara.
Sukmadinata,
Nana Saodih. 2005. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung:
PT Remaja Rosda Karya.
Yulaelawati, Ella. 2004. Kurikulum
dan Pengembangan: Filosofi, Teori dan Aplikasi. Bandung: Pakar Raya.
Sagala, Syaiful. 2003. Konsep
dan Makna Pembelajaran: untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan
Mengajar. Bandung: Alfabeta.
Tim BSNP. 2006. Panduan
Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: BSNP.
Tim Balitbang
Puskur. 2007. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika.
Jakarta: Depdiknas.
LAMPIRAN
1. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) SMP/MTs
Kelas VII, Semester 1
Standar Kompetensi
|
Komptensi Dasar
|
Bilangan
1. Memahami sifat-sifat operasi hitung
bilangan dan penggunaannya dalam pemecahan masalah
|
1.1 Melakukan operasi hitung bilangan bulat dan
pecahan
1.2 Menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat
dan pecahan dalam pemecahan masalah
|
Aljabar
2. Memahami bentuk aljabar, persamaan dan
pertidaksamaan linear satu variabel
|
2.1 Mengenali bentuk aljabar dan
unsur-unsurnya
2.2 Melakukan operasi pada bentuk aljabar
2.3 Menyelesaikan persamaan linear satu
variabel
2.4 Menyelesaikan pertidaksamaan linear satu
variabel
|
3. Menggunakan bentuk aljabar, persamaan dan
pertidaksamaan linear satu variabel, dan perbandingan dalam pemecahan masalah
|
3.1 Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan persamaan dan
pertidaksamaan linear satu variabel
3.2 Menyelesaikan model matematika dari
masalah yang berkaitan dengan persamaan dan pertidaksamaan linear satu
variabel
3.3 Menggunakan konsep aljabar dalam pemecahan
masalah aritmetika sosial yang sederhana
3.4 Menggunakan perbandingan untuk pemecahan
masalah
|
Kelas VII, Semester 2
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Aljabar
4.
Menggunakan konsep himpunan dan diagram Venn dalam pemecahan masalah
|
4.1 Memahami pengertian dan notasi himpunan,
serta penyajiannya
4.2 Memahami konsep himpunan bagian
4.3 Melakukan operasi irisan, gabungan, kurang
(difference), dan komplemen pada
himpunan
4.4 Menyajikan himpunan dengan diagram Venn
4.5 Menggunakan konsep himpunan dalam pemecahan
masalah
|
Geometri
5. Memahami
hubungan garis dengan garis, garis dengan sudut, sudut dengan sudut, serta
menentukan ukurannya
|
5.1 Menentukan hubungan antara dua garis, serta besar dan
jenis sudut
5.2 Memahami sifat-sifat sudut yang terbentuk
jika dua garis berpotongan atau dua garis sejajar berpotongan dengan garis
lain
5.3 Melukis sudut
5.4 Membagi sudut
|
6. Memahami
konsep segi empat dan segitiga serta menentukan ukurannya
|
6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat segitiga
berdasarkan sisi dan sudutnya
6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat persegi
panjang, persegi, trapesium, jajargenjang, belah ketupat dan layang-layang
6.3 Menghitung keliling dan luas bangun
segitiga dan segi empat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
6.4 Melukis segitiga, garis tinggi, garis
bagi, garis berat dan garis sumbu
|
Kelas VIII, Semester 1
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Aljabar
1. Memahami
bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis lurus
|
1.1
Melakukan operasi aljabar
1.2
Menguraikan bentuk aljabar ke dalam faktor-faktornya
1.3
Memahami relasi dan fungsi
1.4
Menentukan nilai fungsi
1.5 Membuat
sketsa grafik fungsi aljabar sederhana pada sistem koordinat Cartesius
1.6
Menentukan gradien, persamaan dan grafik garis lurus
|
2. Memahami
sistem persa-maan linear dua variabel
dan menggunakannya dalam pemecahan masalah
|
2.1
Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel
2.2 Membuat
model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear
dua variabel
2.3
Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem
persamaan linear dua variabel dan penafsirannya
|
Geometri dan Pengukuran
3.
Menggunakan Teorema Pythagoras dalam pemecahan masalah
|
3.1
Menggunakan Teorema Pythagoras untuk menentukan panjang sisi-sisi segitiga
siku-siku
3.2 Memecahkan masalah
pada bangun datar yang berkaitan dengan Teorema Pythagoras
|
Kelas VIII,
Semester 2
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Geometri dan Pengukuran
4.
Menentukan unsur, bagian lingkaran serta ukurannya
|
4.1
Menentukan unsur dan bagian-bagian lingkaran
4.2 Menghitung keliling dan
luas lingkaran
4.3
Menggunakan hubungan sudut pusat, panjang busur, luas juring dalam pemecahan
masalah
4.4
Menghitung panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran
4.5 Melukis
lingkaran dalam dan lingkaran luar suatu segitiga
|
5. Memahami
sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta
menentukan ukurannya
|
5.1
Mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta
bagian-bagiannya
5.2 Membuat
jaring-jaring kubus, balok, prisma dan limas
5.3
Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas
|
2. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) SMA/MA
Kelas X, Semester 1
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Aljabar
1. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan bentuk
pangkat, akar, dan logaritma
|
1.1 Menggunakan
aturan pangkat, akar, dan logaritma
1.2 Melakukan
manipulasi aljabar dalam perhitungan yang melibatkan pangkat, akar,
dan logaritma
|
2.
Memecahkan masalah yang berkaitan dengan fungsi, persamaan dan fungsi
kuadrat serta pertidaksamaan kuadrat
|
2.1 Memahami
konsep fungsi
2.2 Menggambar
grafik fungsi aljabar sederhana dan fungsi kuadrat
2.3 Menggunakan
sifat dan aturan tentang persamaan dan pertidaksamaan kuadrat
2.4 Melakukan
manipulasi aljabar dalam perhitungan yang berkaitan dengan persamaan dan
pertidaksamaan kuadrat
2.5 Merancang
model matematika dari masalah yang berkaitan dengan persamaan dan/atau fungsi
kuadrat
2.6 Menyelesaikan
model matematika dari masalah yang berkaitan dengan persamaan dan/atau fungsi
kuadrat dan penafsirannya
|
3. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan sistem
persamaan linear dan pertidaksamaan satu variabel
|
3.1 Menyelesaikan
sistem persamaan linear dan sistem persamaan campuran linear dan kuadrat
dalam dua variabel
3.2 Merancang
model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear
3.3 Menyelesaikan
model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear
dan penafsirannya
3.4 Menyelesaikan
pertidaksamaan satu variabel yang melibatkan bentuk pecahan aljabar
3.5 Merancang
model matematika dari masalah yang berkaitan dengan pertidaksamaan satu
variabel
3.6 Menyelesaikan
model matematika dari masalah yang berkaitan dengan pertidaksamaan satu
variabel dan penafsirannya
|
Kelas
X, Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Logika
4.
Menggunakan logika matematika dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan
pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor
|
4.1 Memahami
pernyataan dalam matematika dan ingkaran atau negasinya
4.2 Menentukan
nilai kebenaran dari suatu per-nyataan majemuk dan pernyataan berkuantor
4.3 Merumuskan
pernyataan yang setara dengan pernyataan majemuk atau pernyataan berkuantor
yang diberikan
4.4 Menggunakan
prinsip logika matematika yang berkaitan dengan pernyataan majemuk dan
pernyataan berkuantor dalam penarikan kesimpulan dan pemecahan masalah
|
Trigonometri
5. Menggunakan perbandingan, fungsi,
persamaan, dan identitas trigonometri dalam pemecahan masalah
|
5.1 Melakukan
manipulasi aljabar dalam perhitungan teknis yang berkaitan dengan
perbandingan, fungsi, persamaan dan identitas trigonometri
5.2 Merancang
model matematika dari masalah yang berkaitan dengan perbandingan, fungsi,
persamaan dan identitas trigonometri
5.3 Menyelesaikan
model matematika dari masalah yang berkaitan dengan perbandingan, fungsi, persamaan
dan identitas trigonometri, dan penafsirannya
|
Geometri
6. Menentukan kedudukan, jarak, dan besar
sudut yang melibatkan titik, garis, dan bidang dalam ruang dimensi tiga
|
6.1 Menentukan
kedudukan titik, garis, dan bidang dalam ruang dimensi tiga
6.2 Menentukan
jarak dari titik ke garis dan dari titik ke bidang dalam ruang dimensi tiga
6.3 Menentukan
besar sudut antara garis dan bidang dan antara dua bidang dalam ruang dimensi
tiga
|
Program Ilmu Pengetahuan Alam
Kelas XI, Semester 1
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Statistika
dan Peluang
1. Menggunakan aturan statistika,
kaidah pencacahan, dan sifat-sifat peluang dalam pemecahan masalah
|
1.1 Membaca
data dalam bentuk tabel dan diagram batang, garis, lingkaran, dan ogive
1.2 Menyajikan
data dalam bentuk tabel dan diagram batang, garis, lingkaran, dan ogive serta penafsirannya
1.3 Menghitung
ukuran pemusatan, ukuran letak, dan ukuran penyebaran data, serta
penafsirannya
1.4 Menggunakan
aturan perkalian, permutasi, dan kombinasi dalam pemecahan masalah
1.5 Menentukan
ruang sampel suatu percobaan
1.6 Menentukan
peluang suatu kejadian dan penafsirannya
|
Trigonometri
2.
Menurunkan rumus trigonometri dan penggunaannya
|
2.1 Menggunakan
rumus sinus dan kosinus jumlah dua sudut, selisih dua sudut, dan sudut ganda
untuk menghitung sinus dan kosinus sudut tertentu
2.2 Menurunkan
rumus jumlah dan selisih sinus dan kosinus
2.3 Menggunakan
rumus jumlah dan selisih sinus dan kosinus
|
Aljabar
3. Menyusun persamaan lingkaran dan garis
singgungnya
|
3.1
Menyusun persamaan
lingkaran yang memenuhi persyaratan yang ditentukan
3.2
Menentukan persamaan
garis singgung pada lingkaran dalam berbagai situasi
|
Kelas
XI, Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Aljabar
4. Menggunakan aturan sukubanyak dalam
penyelesaian masalah
|
4.1 Menggunakan
algoritma pembagian sukubanyak untuk menentukan hasil bagi dan sisa pembagian
4.2 Menggunakan
teorema sisa dan teorema faktor dalam pemecahan masalah
|
5
Menentukan komposisi dua fungsi dan invers suatu fungsi
|
5.1 Menentukan komposisi fungsi
dari dua fungsi
5.2 Menentukan
invers suatu fungsi
|
Kalkulus
6. Menggunakan konsep limit fungsi dan
turunan fungsi dalam pemecahan masalah
|
6.1 Menjelaskan secara intuitif
arti limit fungsi di suatu titik dan di takhingga
6.2 Menggunakan sifat limit
fungsi untuk menghitung bentuk tak tentu fungsi aljabar dan trigonometri
6.3 Menggunakan konsep dan aturan
turunan dalam perhitungan turunan fungsi
6.4 Menggunakan turunan untuk
menentukan karakteristik suatu fungsi dan memecahkan masalah
6.5 Merancang model matematika dari masalah yang berkaitan dengan
ekstrim fungsi
6.6 Menyelesaikan model
matematika dari masalah yang berkaitan dengan ekstrim fungsi dan
penafsirannya
|
Program Ilmu Pengetahuan Alam
Kelas XII, Semester 1
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Kalkulus
1. Menggunakan konsep integral dalam pemecahan
masalah
|
1.1 Memahami konsep integral tak tentu dan
integral tentu
1.2 Menghitung integral tak tentu dan integral
tentu dari fungsi aljabar dan fungsi trigonometri yang sederhana
1.3 Menggunakan integral untuk menghitung luas
daerah di bawah kurva dan volum benda putar
|
Aljabar
2. Menyelesaikan masalah program linear
|
2.1
Menyelesaikan sistem
pertidaksamaan linear dua variabel
2.2
Merancang model matematika dari masalah
program linear
2.3
Menyelesaikan model matematika dari masalah
program linear dan penafsirannya
|
3. Menggunakan konsep matriks, vektor, dan
transformasi dalam pemecahan masalah
|
3.1 Menggunakan sifat-sifat dan operasi matriks
untuk menunjukkan bahwa suatu matriks persegi merupakan invers dari matriks
persegi lain
3.2 Menentukan determinan dan invers
matriks 2 x 2
3.3 Menggunakan determinan dan invers dalam
penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel
3.4 Menggunakan sifat-sifat dan operasi aljabar
vektor dalam pemecahan masalah
3.5 Menggunakan sifat-sifat dan operasi
perkalian skalar dua vektor dalam pemecahan masalah.
3.6 Menggunakan transformasi geometri yang
dapat dinyatakan dengan matriks dalam pemecahan masalah
3.7 Menentukan komposisi dari beberapa
transformasi geometri beserta matriks transformasinya
|
Kelas XII, Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
Aljabar
4. Menggunakan konsep barisan dan deret dalam
pemecahan masalah
|
4.1
Menentukan suku ke-n barisan dan jumlah n suku deret aritmetika dan
geometri
4.2
Menggunakan notasi sigma dalam deret dan induksi matematika dalam
pembuktian
4.3
Merancang model matematika dari masalah yang berkaitan dengan deret
4.4
Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan
deret dan penafsirannya
|
5. Menggunakan aturan yang berkaitan dengan fungsi
eksponen dan logaritma dalam pemecahan masalah
|
5.1
Menggunakan sifat-sifat fungsi eksponen dan logaritma dalam pemecahan
masalah
5.2
Menggambar grafik fungsi eksponen dan logaritma
5.3
Menggunakan sifat-sifat fungsi eksponen atau logaritma dalam
penyelesaian pertidaksamaan eksponen atau logaritma sederhana
|
Program Ilmu Pengetahuan Sosial
Kelas XI, Semester 1
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Statistika
dan Peluang
1. Menggunakan aturan statistika,
kaidah pencacahan, dan sifat-sifat peluang dalam pemecahan masalah
|
1.1
Membaca data dalam bentuk tabel dan diagram
batang, garis, lingkaran, dan ogive
1.2
Menyajikan data dalam bentuk tabel dan
diagram batang, garis, lingkaran, dan ogive
serta penafsirannya
1.3
Menghitung ukuran pemusatan, ukuran letak,
dan ukuran penyebaran data, serta menafsirkannya
1.4
Menggunakan aturan perkalian, permutasi, dan
kombinasi dalam pemecahan masalah
1.5
Menentukan ruang sampel suatu percobaan
1.6
Menentukan peluang suatu kejadian dan
penafsirannya
|
Kelas
XI, Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Aljabar
2. Menentukan komposisi dua fungsi dan invers
suatu fungsi
|
2.1
Menentukan komposisi fungsi dari dua fungsi
2.2
Menentukan invers
suatu fungsi
|
Kalkulus
3. Menggunakan konsep limit fungsi dan turunan
fungsi dalam pemecahan masalah
|
3.1
Menghitung limit
fungsi aljabar sederhana di suatu titik
3.2
Menggunakan sifat
limit fungsi untuk menghitung bentuk tak tentu fungsi aljabar
3.3
Menggunakan sifat dan
aturan turunan dalam perhitungan turunan fungsi aljabar
3.4
Menggunakan turunan
untuk menentukan karakteristik suatu fungsi aljabar dan memecahkan masalah
3.5
Merancang model
matematika dari masalah yang berkaitan dengan ekstrim fungsi aljabar
3.6
Menyelesaikan model
matematika dari masalah yang berkaitan dengan ekstrim fungsi aljabar dan
penafsirannya
|
Program Ilmu Pengetahuan Sosial
Kelas XII, Semester 1
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Kalkulus
1. Menggunakan konsep integral dalam pemecahan
masalah sederhana
|
1.1 Memahami konsep integral tak tentu dan
integral tentu
1.2 Menghitung integral tak tentu dan integral
tentu dari fungsi aljabar sederhana
1.3 Menggunakan integral untuk menghitung luas
daerah di bawah kurva
|
Aljabar
2. Menyelesaikan masalah program linear
|
2.1 Menyelesaikan sistem pertidaksamaan linear
dua variabel
2.2 Merancang model matematika dari masalah
program linear
2.3
Menyelesaikan model matematika dari masalah program linear dan
penafsirannya
|
3. Menggunakan matriks dalam pemecahan masalah
|
3.1 Menggunakan sifat-sifat dan operasi matriks
untuk menunjukkan bahwa suatu matriks persegi merupakan invers dari matriks
persegi lain
3.2 Menentukan determinan dan invers
matriks 2 x 2
3.3 Menggunakan determinan dan invers dalam
penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel
|
Kelas XII, Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
Aljabar
4. Menggunakan konsep barisan dan deret dalam
pemecahan masalah
|
4.1 Menentukan suku ke-n barisan dan jumlah n suku deret aritmetika dan geometri
4.2 Merancang model matematika
dari masalah yang berkaitan dengan deret
4.3 Menyelesaikan model
matematika dari masalah yang berkaitan dengan deret dan menafsirkan solusinya
|
Program Bahasa
Kelas XI, Semester 1
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Statistika dan
Peluang
1. Melakukan pengolahan, penyajian dan penafsiran
data
|
1.1 Membaca
data dalam bentuk tabel dan diagram batang, garis, lingkaran, dan ogive serta pemaknaannya
1.2 Menyajikan
data dalam bentuk tabel dan diagram batang, garis, lingkaran, dan ogive serta pemaknaannya
1.3 Menghitung
ukuran pemusatan, ukuran letak dan ukuran penyebaran data, serta
menafsirkannya
|
Kelas XI, Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Statistika
dan Peluang
2.
Menggunakan kaidah pencacahan untuk menentukan peluang suatu kejadian
dan penafsirannya
|
2.1 Menggunakan sifat dan aturan
perkalian, permutasi, dan kombinasi dalam pemecahan masalah
2.2 Menentukan ruang sampel suatu
percobaan
2.3 Menentukan
peluang suatu kejadian dan menafsirkannya
|
Program
Bahasa
Kelas XII, Semester 1
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Aljabar
1. Menyelesaikan masalah program linear
|
1.1
Menyelesaikan sistem pertidaksamaan linear dua variabel
1.2
Merancang model matematika dari
masalah program linear
1.3
Menyelesaikan model matematika dari
masalah program linear dan menafsirkan solusinya
|
2. Menggunakan matriks dalam pemecahan masalah
|
2.1
Menggunakan sifat-sifat dan operasi matriks untuk menunjukkan bahwa
suatu matriks persegi merupakan invers dari matriks persegi lain
2.2
Menentukan determinan dan invers matriks 2 x 2
2.3
Menggunakan determinan dan invers dalam penyelesaian sistem persamaan
linear dua variabel
|
Kelas XII, Semester 2
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Aljabar
3
Menggunakan konsep barisan dan deret dalam pemecahan masalah
|
3.1 Menentukan suku ke-n barisan dan jumlah n suku deret aritmetika dan geometri
3.2 Memecahkan
masalah yang berkaitan dengan deret dan menafsirkan solusinya
|
3.
Kelas IX, Semester 1
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Geometri dan Pengukuran
1. Memahami
kesebangunan bangun datar dan penggunaannya dalam pemecahan masalah
|
1.1
Mengidentifikasi bangun-bangun datar yang sebangun dan kongruen
1.2
Mengidentifikasi sifat-sifat dua segitiga sebangun dan kongruen
1.3
Menggunakan konsep kesebangunan segitiga dalam pemecahan masalah
|
2. Memahami
sifat-sifat tabung, kerucut dan bola, serta menentukan ukurannya
|
2.1
Mengidentifikasi unsur-unsur tabung, kerucut dan bola
2.2
Menghitung luas selimut dan volume tabung, kerucut dan bola
2.3 Memecahkan masalah yang
berkaitan dengan tabung, kerucut dan bola
|
Statistika dan Peluang
3.
Melakukan pengolahan dan penyajian data
|
3.1 Menentukan rata-rata,
median, dan modus data tunggal serta penafsirannya
3.2 Menyajikan data dalam
bentuk tabel dan diagram batang, garis, dan lingkaran
|
4. Memahami peluang kejadian sederhana
|
4.1 Menentukan ruang sampel
suatu percobaan
4.2 Menentukan peluang
suatu kejadian sederhana
|
Kelas IX, Semester 2
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Bilangan
5. Memahami
sifat-sifat bilangan berpangkat dan bentuk akar serta penggunaannya dalam
pemecahan masalah sederhana
|
5.1
Mengidentifikasi sifat-sifat bilangan berpangkat dan bentuk akar
5.2
Melakukan operasi aljabar yang melibatkan bilangan berpangkat bulat dan
bentuk akar
5.3
Memecahkan masalah sederhana yang berkaitan dengan bilangan berpangkat dan
bentuk akar
|
6. Memahami
barisan dan deret bilangan serta penggunaannya dalam pemecahan masalah
|
6.1
Menentukan pola barisan bilangan sederhana
6.2 Menentukan suku ke-n barisan aritmatika dan barisan
geometri
6.3 Menentukan jumlah n suku pertama deret aritmatika dan deret
geometri
6.4
Memecahkan masalah yang berkaitan dengan barisan dan deret
|
2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar